Pages



Jumat, 02 Maret 2012

Fake Lover


Cinta. Itulah satu kata yang terlintas di dalam kepala ku. Aku terlalu kolot jika harus berhadapan dengan masalah yang sangat rumit ini. Ntah, aku pun tidak mengerti secara persis apa itu CINTA. Ketulusan seseorang dalam menyayangi lawan jenis atau apa aku nggak ngerti. Selama ini aku tidak pernah merasakan seseorang menyayangi aku dengan ketulusan yang mereka miliki. Tidak sama sekali. Kedengarannya sedikit berlebihan. Tentu saja, mama papaku sangat mencintai aku mengingat aku adalah anak tunggal yang mereka miliki. Tapi, aku selalu merasakan kesepian. Kesepian yang sangat mendalam.
Dew Sandy Febinia adalah nama ku. Sungguh aneh memang jika hanya nama aku Dew bukan Dewi atau Dwi. Bukan orang tua ku yang salah memberi nama atau lupa untuk menambahkan huruf “I” diakhir nama awal ku. Dew Sandy Febinia. Mama menceritakan padaku apa maksud dari namaku itu, sehingga membuat aku sedikit sial dengan masalah percintaan. Aku tidak tau apakah itu ada kaitannya dengan namaku yang sedikit aneh atau tidak.
Sejujurnya aku sangat menyukai nama pemberian mama ku. Mama bilang Dew berarti embun yang diartikan dalam bahasa inggris, sedangkan Sandy diambil dari Sunday yang menurutku sedikit memaksa dan Febinia adalah terlahir pada bulan Februari. Jadi, jika disatukan maka namaku memiliki arti embun pagi di hari minggu pada bulan Februari. Sedikit memaksa bukan? Terserah. Aku tetap menyukai namaku yang sedikit membawa kesialan dalam masalah percintaan. Mungkinkah? Aku tak tau!!!
Dunia SMA membawa aku ke dalam sebuah perjalanan hidup yang sangat menegangkan. Bukan! Aku tidak berhadapan dengan hantu atau sebangsanya. Lagi-lagi ini masalah cinta. Menurutku cinta adalah sebuah masalah yang harus dihadapi hingga akhir hayatku. Wow! Sungguh menyenangkan bukan? Tidak sama sekali.
^.^
“Non. Bangun non,” ujar seseorang dari luar kamar ku.
Seketika aku terbangun dan melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul 05.15. Hari ini adalah hari pertama aku memulai kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan seragam SMA. Sudah seminggu yang lalu aku mengikuti program MOS (Masa Orientasi Siswa) sebelum benar-benar resmi menjadi siswi SMA yang akan menjadi sekolah ku selama tiga tahun ke depan.
“Non, bangun. Sudah siang,”
Suara dari balik pintu kamar ku terdengar kembali. Suara itu berasal dari Bi Inem, pembantuku sekaligus pengasuhku sejak aku masih di dalam kandungan mama. Bi Inem merupakan satu-satunya orang yang menurutku sayang dengan aku. Bi Inem yang menolongku ketika aku terjatuh dari sepeda di taman kompleks. Bi Inem yang mampu membuat tangisku berhenti ketika aku ketakutan. Bi Inem yang dapat membuat aku merasa nyaman dalam pelukannya ketika aku merasa merindukan belaian dan pelukan seorang ibu. Aku sayang Bi Inem.
“Iya, Bi. Aku udah bangun kok,” ujar ku.
“Baik, non. Sarapan sudah siap di meja makan ya, non,”
Aku dapat mendengar langkah kaki Bi Inem menjauh dari kamar ku. Aku masih dalam posisi ku yang awal, terlentang sambil melihat langit-langit kamar ku. Aku menerawang jauh, kapan? Aku pun tidak tau. Tapi, aku rasa pagi ini pun tidak akan ada. Aku menghela napas dan kemudian aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar ku. Kamar mandi ku bernuansa kuning sedangkan kamar ku dihiasi dengan wallpaper bergambar spongebob. Aku memang suka kartun nickolodeon satu ini. Hampir semua barang yang aku miliki bergambar kartun jahil ini. Terserah orang-orang mau mengatakan apa tentang aku, intinya aku sangat menyukai si kuning berongga ini.
Aku menuruni anak tangga menuju ruang makan. Aku letakan tas slempang di samping meja telpon di ruang tengah dan menghampiri Bi Inem. Bi Inem memasakkan nasi goreng spesial untuk sarapan ku pagi ini.
“Bi, mama sama papa mana?” tanyaku sambil melahap nasi goreng. Aku sudah tahu sih apa jawabannya.
“Seperti biasa, non. Sudah berangkat. Jam 5 tadi non, katanya ada meeting di Singapura,”
Aku hanya manggut-manggut saja menikmati setiap rasa yang beradu pada lidahku. Benar sekali tebakanku. Mama dan papaku terlalu sibuk sehingga setiap aku terbangun hingga menjelang tidur aku tidak pernah melihat mereka di rumah besar ini. Jika aku terpaksa melihat mereka, itu pasti hanya sesaat. Karena mereka pulang ke rumah jika ada sesuatu yang tertinggal dan kemudian kembali ke kantor mereka. Mama dan papaku bekerja di kantor yang sama. Papa ku adalah seorang manajer operasional dan mama ku adalah sekretaris papa ku. Jadi, kemana pun papa meeting, mama selalu menemani papa dengan setianya. Memang sih menurutku itu sungguh romantis. Kemana saja dan dimana saja mereka selalu bertemu. Tapi, tidak untuk ku.
^.^
X-3. Dengan gontai aku langkahkan kaki ku menuju kelas baru ku. Selama kurang-lebih 1 tahun aku akan menempati kelas ini bersama teman-teman yang nantinya akan menjadi teman sekelasku. Aku hanya berharap mendapatkan seorang teman yang bisa saling berbagi. Berharap kehidupanku di SMA ini tidak se-flat masa SMP.
Aku memasuki kelas yang belum seberapa ramai. Aku memilih tempat duduk yang akan aku tempat selama setahun ke depan. Nomor tiga pojok sebelah kanan menurutku nyaman. Aku letakkan tas slempangku di atas meja dan aku segera duduk. Aku mengamati ruang kelas, sudah ada beberapa orang yang datang. Sama seperti aku, kebanyakan dari mereka masih menyendiri, tapi, ada juga yang sudah saling berbaur. Mungkin diantara mereka ada yang satu sekolah ketika SMP atau kenalan di acara MOS seminggu silam. Aku bukannya tidak punya teman atau kenalan selama MOS, tapi, aku sedikit lupa dan tidak terlalu memerdulikan mereka.
“Hei, aku boleh duduk disini?” tanya seseorang padaku.
Aku langsung mengalihkan pandangan kepada seorang cewek yang berdiri di samping ku. Cewek berponi dengan bando putih menghiasi rambut pendeknya yang hitam berkilau sedang tersenyum kepada ku.
“Duduk aja. Nggak ada yang punya kok,” ujarku mempersilakan dirinya duduk di bangku yang kosong tepat di samping ku.
“Dew,” ujar ku memperkenalkan diri sambil tersenyum menunjukkan kedua lesung pipi ku.
“Nama yang bagus. Aku jarang nemuin nama seperti itu. Aku Kayla,”
Kami berdua sudah larut dalam obrolan ringan yang akan mengantarkan kami sebagai teman, cerita masa SMA. Ternyata Kayla berasal dari Bandung. Dia ke Lampung karena papanya dipindahkan tugas disini. Awalnya dia tidak ingi melanjutkan SMA di luar Bandung, tapi, orang tua nya tidak mengizinkan dia untuk tinggal di tempat suadaranya atau nge-kost. Orang tua nya belum cukup berani membiarkan anak bungsunya untuk tinggal sendirian di Bandung. Alasan klasik yang ampuh. Kayla meninggalkan banyak kenangan di Bandung bersama teman-temannya dan sekarang dia hanya berharap dapat memiliki seorang teman yang saling mengerti.
Ternyata, Kayla dan aku tinggal di perumahan yang sama. Wah, bisa jadi seru nih. Aku jadi nggak akan kesepian lagi. Setidaknya ada teman bermain atau sekedar untuk ngobrol pelepas kesepian yang aku derita selama ini. Sungguh menyedihkan. Aku berharap Kayla menjadi temanku yang baik.
^.^
Sudah sebulan aku bersama Kayla menjalani kehidupan SMA yang normal-normal saja. Sedikit-banyak kami sudah mengenal satu sama lain. Dari makanan kesukaan sampai tipe cowok idaman. Pembicaraan anak-anak ababil memang seperti ini. Aku yakin, teman-teman yang lain juga akan membicarakan masalah ini bahkan lebih. Intinya aku dan Kayla selalu bersama. Mungkin bisa dibilang, dimana ada aku maka disitu ada Kayla dan dimana ada Kayla disitu ada aku. Tapi, tenang saja kita berdua masih normal. Jadi, jangan mengira yang tidak-tidak.
Hari ini aku dan Kayla akan mengerjakan tugas bersama. Seperti hari-hari biasanya, kami akan mengerjakan tugas di gazebo taman kompleks. Menurut kami gazebo ini menjadi tempat andalan kami untuk mengerjakan tugas atau sekedar mengurangi kepenatan.
Aku sudah berada di gazebo dan menunggu kehadiran Kayla. Di taman ini sedikit sunyi, ntah karena hari masih siang jadi kebanyakan dari warga menghabiskan waktu mereka untuk tidur siang atau apa aku nggak ngerti, intinya aku merasa tenang disini. Kulihat Kayla mendekati ku sambil melambaikan tangannya, dia berlari-lari kecil menghampiriku.
“Maaf terlambat. Aku tadi ketiduran,” ujar Kayla menjelaskan keterlambatannya sambil cangar-cengir memamerkan deretan gigi putihnya.
“Iya, gak apa-apa. Kalo kamu gak cepet-cepet dateng mungkin aku sudah ketiduran disini,” candaku padanya.
Tiba-tiba handphone ku mengalunkan lagu westlife tanda telpon masuk. Aku menatap layar handphone ku. Vino. Waduh anak ini kenapa nelpon aku sih dalam keadaan seperti ini. Aku segera mengangkatnya. Kayla sedikit mengernyitkan dahinya ketika aku sedang berbicara di telpon. Aku tau Kayla akan bertanya-tanya siapa yang baru saja menelpon diriku. Sekitar 5 menit aku berbicara dalam telpon dan aku kembali mendekati Kayla yang sudah dipenuhi tanda tanya.
“Siapa?” tanya Kayla ketika aku kembali.
Buset dah baru aja duduk juga udah ditanya. Kepo banget nih orang. Ah, nggak apa-apa deh aku cerita. Kan awal aku berteman dengan Kayla niatnya saling berbagi selama itu bukan aib. Aku menghela napas siap menceritakan siapa yang baru saja menelpon aku.
“Dia Vino,”
Aku tau Kayla kaget setengah mampus. Aku tidak pernah menceritakan prihal cowok yang dekat dengan aku. Sekalinya aku cerita, cowok itu adalah cowok yang dikagumi di sekolah ku.
“Kok bisa kenal kamu? Wow! Keren keren keren!!!” ujar Kayla begitu heboh.
Aku hanya tersenyum. Kayla sangat berlebihan deh.
Awalnya, aku tidak sengaja menginjak kaki nya si Vino. Aku nggak tau jika Vino adalah cowok pujaan semua kaum hawa, kecuali aku. Aku tidak kenal Vino jadinya aku hanya bilang “sorry” dan kemudian meninggalkan Vino yang masih merintih kesakitan. Setelah itu, ada seseorang yang menelpon aku dan menjelaskan bahwa namanya adalah Vino. Aku nggak tau siapa itu Vino. Dia agak tersinggung ketika aku tidak mengenal dirinya. Pasalnya, semua cewek-cewek yang bersekolah di tempat ku mengenal siapa dirinya. Tapi, aku nggak sama sekali.
Akhirnya aku tau, siapa Vino. Dia kelas XI IPS 3. Aku tidak pernah peduli dia siapa ataupun dia bagaimana. Aku pun tidak pernah merasa WAH ketika dia menelpon ku pertama kali. Aku tidak pernah ada rasa bahagia atau ingin teriak karena senang. Tidak sama sekali. Vino benar-benar perhatian dengan aku. Hal kecil mengenai aku pasti dia tau. Aku selama ini tidak pernah diperhatikan hingga sedetail itu. Itu membuat aku sedikit melambung. Serius. Aku tidak tau Vino menaruh rasa padaku atau tidak. Aku hanya merasa bahagia ketika mendapatkan perhatian-perhatian sederhana seperti itu.
Pernah suatu ketika Vino tidak menghubungiku, baik sms, bbm ataupun telpon. Aku merasa ada something yang hilang. Tapi, aku tidak mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu, di sekolah pun aku tidak melihat batang hidungnya. Hingga beberapa hari kemudian, dia mengirimkan BBM kepadaku dan isinya adalah “Aku pikir, aku bisa untuk tidak menerima sms atau bbm dari kamu. Aku pikir, aku bisa untuk tidak berhubungan dengan kamu. Ternyata aku tidak bisa.” Ntah kenapa ketika dia bilang seperti itu dada ini berdesir. Darah ku seakan-akan mengalir begitu cepat. Aku nggak tau apa yang aku rasa saat itu yang aku tau aku sungguh senang!!! Really!
“Wow!!! Dew. Kereeen bangeeet!! Aku yakin Vino ada rasa sama kamu. Pasti ada rasa sama kamu!” ujar Kayla menggebu-gebu.
Kayla kelihatan begitu senang. Kayla tau, aku sangat kesepian dan butuh teman. Kayla berpendapat selain memiliki teman seperti dirinya, Vino juga dapat membuat hari-hariku sedikit lebih berwarna dan gak abu-abu. Aku senang atas pendapat Kayla. Kayla memang teman yang baik. Semoga saja benar, Vino ada rasa sama aku. Aku tidak pernah merasakan perasaan ingin meledak seperti saat ini. Siang ini, aku dan Kayla tidak jadi mengerjakan tugas. Melainkan menceritakan prihal cowok ganteng yang sedang dekat dengan aku. Vino yang perhatian padaku.
^.^
Setiap aku terbangun, aku selalu disambut dengan BBM selamat pagi dari Vino. Benar-benar sedikit merubah suasana pagi ku. Sedikit bersemangat. Bi Inem pun jadi terheran-heran melihat aku yang tidak pernah menanyakan mama dan papa semenjak Vino masuk ke dalam kehidupanku.
Aku sudah siap berangkat ke sekolah. Semalam aku telponan dengan Vino dan dia mengatakan akan menjemputku pagi ini ke sekolah. So excited!!! Aku segera menghubungi Kayla supaya dia tidak menungguiku dan mengatakan bahwa Vino akan menjemputku. Seperti dugaanku tentang reaksi Kayla yang sama senangnya seperti aku.
“Eh, non Dew. Kok belum berangkat?” tanya Bi Inem kepadaku.
Ku lihat jam di BB ku. Pantesan Bi Inem menanyakan kenapa aku belum juga berangkat ke sekolah. Ternyata 10 menit lagi sudah bel masuk, tapi, sampai detik ini Vino belum datang menjemputku. Segera aku telpon Vino. Aih, kenapa nggak aktif? Kemana anak itu sebenarnya sih? Sedikit gusar aku dengan keadaan seperti ini. Tiba-tiba handphone ku berbunyi. BBM dari Kayla menanyakan tentang mengapa aku belum kunjung datang ke sekolah. Aku jelaskan padanya bahwa Vino belum juga menjemputku dan aku memutuskan untuk berangkat sekolah sekarang tanpa harus menunggu Vino yang tak tau berada dimana.
Jarak sekolah dan rumah ku tidak terlalu jauh. Jika dijangkau dengan berjalan kaki hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Jadi, aku putuskan untuk berangkat sekarang daripada harus terlambat datang ke sekolah dan tentu saja harus sedikit berlari untuk menjangkau sekolah ku mengingat 10 menit lagi bel masuk.  
^.^
“Kok bisa sih Vino nggak jemput kamu? Masa iya dia lupa kalo harus jemput kamu pagi ini,” tanya Kayla di kantin.
“Aku juga nggak tau lah. Aku telpon dia, nomornya nggak aktif. Yaudah deh, terserah dia aja. Toh, dia bukan siapa-siapa aku ini kok,” ujar ku tidak perduli dengan Vino.
“Kalo kamu spesial di hati aku apakah kamu akan bilang seperti itu lagi?” ujar seseorang dari belakang ku. Vino!
Vino duduk di samping ku. Aku terdiam dan Kayla nampak begitu marah terhadap Vino.
“Vin, kamu kenapa nggak jemput Dew? Nggak kasian tah kamu? Udah janji malah nggak ditepati! Kamu tega ya! Untung aja Dew nggak terlambat dan kena hukuman,” ujar Kayla panjang lebar.
“Udah lah, Kay. Ayo, ke kelas aja,” ujar ku mengajak Kayla ke kelas.
Tapi, seketika tanganku ditarik oleh Vino dan menyebabkan aku duduk kembali. Vino membalikkan badan ku sehingga kami berhadap-hadapan. Jarak kami hanya beberapa sentimeter saja. Aku dapat mencium aroma tubuhnya dan mendengar degupan jantungnya. Darah ku berdesir dan jantungku berdegup kencang. Perasaan ini kembali menyelimuti diriku. Mata jernih Vino menusuk ke dalam mataku. Sungguh, aku lemah ditatap seperti itu.
“Maaf,” ujar Vino. Hembusan napasnya membuat diriku merasa tidak keruan.
“Aku memang salah. Tidak memberitahu kamu terlebih dahulu kalo aku nggak bisa jemput. Mama ku tadi pergi ke rumah tante ku jadinya aku nganterin mama kesana dan aku mau telpon kamu, tapi, hape ku lowbat. Maaf ya,” ujar Vino meraih kedua tanganku. Matanya tak lepas dari mataku.
“Sebagai gantinya, setelah pulang sekolah kita jalan ya,” lanjut Vino. Tak ada tanggapan dari aku dan dia kembali melanjutkan, “Baiklah. Aku anggap itu tanda setuju. Aku akan menjemputmu di kelas mu. Aku ke kelas dulu ya. Sampai ketemu pulang sekolah,” ujar Vino dan meninggalkan aku dan Kayla yang terbengong.
“Cieeeeee Dew diajak kencan pulang sekolah,” ujar Kayla antusias padaku ketika Vino telah jauh dari pandangan kami.
“Apaan sih Kay,” ujar ku tersipu.
“Aku pikir dia beneran suka kamu deh Dew. Apalagi dia bilang kamu spesial dihatinya. Iiihh, muka kamu merah gitu Dew. Cieee ada yang lagi falling in love nih,” ujar Kayla terus menggodaku.
“Udah ah Kay. Ayo, ke kelas. Jangan godain aku muluk lah,”
^.^
Aku menuju ke kelas dengan langkah gontai. Sejujurnya aku males untuk datang ke sekolah hari ini. Sungguh aku tidak ingin datang ke sekolah. Apalagi jika harus mengingat kejadian kemarin setelah pulang sekolah. Ya! Aku memang jalan dengan Vino. Tapi, tidak seindah yang aku bayangkan. Deg-deg-an yang terjadi pada jantungku seperti sia-sia begitu saja. Ingin rasanya aku menangis. Aku bukan hanya tidak ingin melihat Vino hari ini, tapi, aku juga tidak ingin bertemu dengan Kayla.
“Hei! Dew!” sapa Kayla padaku dengan cengiran lebar menghiasi wajahnya.
Ternyata aku harus bertemu dengan Kayla hari ini. Bagaimana pun kami akan ketemu mengingat dia adalah teman sebangku ku. Aduuuh, aku males jika harus menceritakan kejadian kemarin kepadanya.
“Apa?” ujar ku malas menanggapinya.
“Cerita dong. Kemaren gimana. Pasti seru. Wow, first date yang nggak bisa dilupakan. Coba aku ada ya. Pasti romantis,”
“Stop Kay!!! Semuanya nggak sama seperti yang ada dipikiranmu. Semuanya menyebalkan!!!”
Aku mulai bercerita. Aku memang diajak jalan-jalan dengan Vino. Ke tempat-tempat yang memiliki view yang begitu indah. Aku sungguh takjub ketika Vino membawa aku kesana. Setelah itu, kami makan di court food tak jauh dari sana. Kami bercerita, tertawa, bercanda, dan Vino membersihkan sisa makanan yang menempel di bibirku menggunakan tangannya sehingga aku dapat merasakan kelembutan yang berasal dari jari tangannya. Sekejap perasaanku melambung. Tapi, tiba-tiba handphone-nya berdering dan dia izin untuk mengangkat telpon. Tebak apa yang terjadi? Ya! Dia tidak kembali lagi sampai aku lelah menunggu kehadirannya dan parahnya lagi, semua yang kami makan, aku yang membayarnya.
“Nggak bisa kayak gitu dong, Dew! Ayo, ke kelasnya!!!” ujar Kayla geram.
“Males aku ketemu sama dia,”
Kayla terus memaksa ku dan menarik tanganku. Aku mengikuti langkah Kayla dengan sedikit sulit karena tarikan yang sedikit membuat badanku jadi terhuyung. Aku sejujurnya nggak mau bertemu dengan Vino. Semoga akan baik-baik saja deh.
“Hei, Vino!!!” teriak Kayla di luar kelas XI IPS 3 yang merupakan kelas Vino.
Vino mengalihkan perhatiannya pada kami dan berbicara sebentar pada teman-temannya kemudian menghampiri kami.
“Kamu nggak bisa kayak gitu Vin sama Dew. Kamu tega ya sama Dew. Ninggalin dia gitu aja! Apa belum cukup kamu bohongin dia kemaren pagi? Parah kamu!!!” ujar Kayla langsung ke intinya tanpa ada basa-basi sedikit pun.
“Dew. Maaf. Kemaren aku di telpon mama untuk jemput mama. Aku beneran terburu-buru. Maaf banget ya Dew,” ujar Vino dengan mudahnya minta maaf.
“Jangan minta maaf!!! Maksud kamu apa sih kasih aku madu tapi nggak taunya itu adalah racun? Jangan buat aku melambung kemudian kamu jatuhkan!” ujar ku.
Akhirnya Vino menjelaskan yang sebenarnya. Dengan mudah dia bilang bahwa dia memperlakukan semua cewek seperti itu. Jadi, bukan hanya aku yang dia beri madu beracun itu. Aku pikir semua yang dia katakan padaku karena dia ada rasa dan dapat mengubah kesepianku dengan perhatian-perhatian sederhananya. Ternyata, semuanya adalah kepalsuan semata! Aku bersama Kayla meninggalkan Vino dengan kekecewaan yang begitu mendalam. Saat ini yang aku miliki hanya Kayla dan Bi Inem tuk menghilangkan rasa kesepian dalam hidupku. Aku tidak ingin kehilangan mereka. 
BERSAMBUNG

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar