Cinta. Itulah satu
kata yang terlintas di dalam kepala ku. Aku terlalu kolot jika harus berhadapan
dengan masalah yang sangat rumit ini. Ntah, aku pun tidak mengerti secara
persis apa itu CINTA. Ketulusan seseorang dalam menyayangi lawan jenis atau apa
aku nggak ngerti. Selama ini aku tidak pernah merasakan seseorang menyayangi
aku dengan ketulusan yang mereka miliki. Tidak sama sekali. Kedengarannya
sedikit berlebihan. Tentu saja, mama papaku sangat mencintai aku mengingat aku
adalah anak tunggal yang mereka miliki. Tapi, aku selalu merasakan kesepian.
Kesepian yang sangat mendalam.
Dew Sandy Febinia
adalah nama ku. Sungguh aneh memang jika hanya nama aku Dew bukan Dewi atau
Dwi. Bukan orang tua ku yang salah memberi nama atau lupa untuk menambahkan
huruf “I” diakhir nama awal ku. Dew Sandy Febinia. Mama menceritakan padaku apa
maksud dari namaku itu, sehingga membuat aku sedikit sial dengan masalah
percintaan. Aku tidak tau apakah itu ada kaitannya dengan namaku yang sedikit
aneh atau tidak.
Sejujurnya aku
sangat menyukai nama pemberian mama ku. Mama bilang Dew berarti embun yang
diartikan dalam bahasa inggris, sedangkan Sandy
diambil dari Sunday yang menurutku sedikit memaksa dan Febinia adalah terlahir
pada bulan Februari. Jadi, jika disatukan maka namaku memiliki arti embun pagi
di hari minggu pada bulan Februari. Sedikit memaksa bukan? Terserah. Aku tetap
menyukai namaku yang sedikit membawa kesialan dalam masalah percintaan.
Mungkinkah? Aku tak tau!!!
Dunia SMA membawa
aku ke dalam sebuah perjalanan hidup yang sangat menegangkan. Bukan! Aku tidak
berhadapan dengan hantu atau sebangsanya. Lagi-lagi ini masalah cinta.
Menurutku cinta adalah sebuah masalah yang harus dihadapi hingga akhir hayatku.
Wow! Sungguh menyenangkan bukan? Tidak sama sekali.
^.^
“Non. Bangun non,” ujar
seseorang dari luar kamar ku.
Seketika aku
terbangun dan melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul 05.15. Hari ini adalah
hari pertama aku memulai kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan seragam
SMA. Sudah seminggu yang lalu aku mengikuti program MOS (Masa Orientasi Siswa)
sebelum benar-benar resmi menjadi siswi SMA yang akan menjadi sekolah ku selama
tiga tahun ke depan.
“Non, bangun. Sudah
siang,”
Suara dari balik
pintu kamar ku terdengar kembali. Suara itu berasal dari Bi Inem, pembantuku
sekaligus pengasuhku sejak aku masih di dalam kandungan mama. Bi Inem merupakan
satu-satunya orang yang menurutku sayang dengan aku. Bi Inem yang menolongku
ketika aku terjatuh dari sepeda di taman kompleks. Bi Inem yang mampu membuat
tangisku berhenti ketika aku ketakutan. Bi Inem yang dapat membuat aku merasa
nyaman dalam pelukannya ketika aku merasa merindukan belaian dan pelukan
seorang ibu. Aku sayang Bi Inem.
“Iya, Bi. Aku udah
bangun kok,” ujar ku.
“Baik, non. Sarapan
sudah siap di meja makan ya, non,”
Aku dapat mendengar
langkah kaki Bi Inem menjauh dari kamar ku. Aku masih dalam posisi ku yang
awal, terlentang sambil melihat langit-langit kamar ku. Aku menerawang jauh,
kapan? Aku pun tidak tau. Tapi, aku rasa pagi ini pun tidak akan ada. Aku
menghela napas dan kemudian aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi
yang berada di dalam kamar ku. Kamar mandi ku bernuansa kuning sedangkan kamar
ku dihiasi dengan wallpaper bergambar spongebob. Aku memang suka kartun nickolodeon
satu ini. Hampir semua barang yang aku miliki bergambar kartun jahil ini.
Terserah orang-orang mau mengatakan apa tentang aku, intinya aku sangat
menyukai si kuning berongga ini.
Aku menuruni anak
tangga menuju ruang makan. Aku letakan tas slempang di samping meja telpon di
ruang tengah dan menghampiri Bi Inem. Bi Inem memasakkan nasi goreng spesial
untuk sarapan ku pagi ini.
“Bi, mama sama papa
mana?” tanyaku sambil melahap nasi goreng. Aku sudah tahu sih apa jawabannya.
“Seperti biasa,
non. Sudah berangkat. Jam 5 tadi non, katanya ada meeting di Singapura,”
Aku hanya
manggut-manggut saja menikmati setiap rasa yang beradu pada lidahku. Benar
sekali tebakanku. Mama dan papaku terlalu sibuk sehingga setiap aku terbangun
hingga menjelang tidur aku tidak pernah melihat mereka di rumah besar ini. Jika
aku terpaksa melihat mereka, itu pasti hanya sesaat. Karena mereka pulang ke
rumah jika ada sesuatu yang tertinggal dan kemudian kembali ke kantor mereka.
Mama dan papaku bekerja di kantor yang sama. Papa ku adalah seorang manajer
operasional dan mama ku adalah sekretaris papa ku. Jadi, kemana pun papa
meeting, mama selalu menemani papa dengan setianya. Memang sih menurutku itu
sungguh romantis. Kemana saja dan dimana saja mereka selalu bertemu. Tapi,
tidak untuk ku.
^.^
X-3. Dengan gontai
aku langkahkan kaki ku menuju kelas baru ku. Selama kurang-lebih 1 tahun aku
akan menempati kelas ini bersama teman-teman yang nantinya akan menjadi teman
sekelasku. Aku hanya berharap mendapatkan seorang teman yang bisa saling
berbagi. Berharap kehidupanku di SMA ini tidak se-flat masa SMP.
Aku memasuki kelas
yang belum seberapa ramai. Aku memilih tempat duduk yang akan aku tempat selama
setahun ke depan. Nomor tiga pojok sebelah kanan menurutku nyaman. Aku letakkan
tas slempangku di atas meja dan aku segera duduk. Aku mengamati ruang kelas,
sudah ada beberapa orang yang datang. Sama seperti aku, kebanyakan dari mereka
masih menyendiri, tapi, ada juga yang sudah saling berbaur. Mungkin diantara
mereka ada yang satu sekolah ketika SMP atau kenalan di acara MOS seminggu
silam. Aku bukannya tidak punya teman atau kenalan selama MOS, tapi, aku
sedikit lupa dan tidak terlalu memerdulikan mereka.
“Hei, aku boleh
duduk disini?” tanya seseorang padaku.
Aku langsung
mengalihkan pandangan kepada seorang cewek yang berdiri di samping ku. Cewek
berponi dengan bando putih menghiasi rambut pendeknya yang hitam berkilau
sedang tersenyum kepada ku.
“Duduk aja. Nggak
ada yang punya kok,” ujarku mempersilakan dirinya duduk di bangku yang kosong
tepat di samping ku.
“Dew,” ujar ku
memperkenalkan diri sambil tersenyum menunjukkan kedua lesung pipi ku.
“Nama yang bagus.
Aku jarang nemuin nama seperti itu. Aku Kayla,”
Kami berdua sudah
larut dalam obrolan ringan yang akan mengantarkan kami sebagai teman, cerita
masa SMA. Ternyata Kayla berasal dari Bandung .
Dia ke Lampung karena papanya dipindahkan tugas disini. Awalnya dia tidak ingi
melanjutkan SMA di luar Bandung ,
tapi, orang tua nya tidak mengizinkan dia untuk tinggal di tempat suadaranya
atau nge-kost. Orang tua nya belum cukup berani membiarkan anak bungsunya untuk
tinggal sendirian di Bandung .
Alasan klasik yang ampuh. Kayla meninggalkan banyak kenangan di Bandung bersama
teman-temannya dan sekarang dia hanya berharap dapat memiliki seorang teman
yang saling mengerti.
Ternyata, Kayla dan
aku tinggal di perumahan yang sama. Wah, bisa jadi seru nih. Aku jadi nggak
akan kesepian lagi. Setidaknya ada teman bermain atau sekedar untuk ngobrol
pelepas kesepian yang aku derita selama ini. Sungguh menyedihkan. Aku berharap
Kayla menjadi temanku yang baik.
^.^
Sudah sebulan aku
bersama Kayla menjalani kehidupan SMA yang normal-normal saja. Sedikit-banyak
kami sudah mengenal satu sama lain. Dari makanan kesukaan sampai tipe cowok
idaman. Pembicaraan anak-anak ababil memang seperti ini. Aku yakin, teman-teman
yang lain juga akan membicarakan masalah ini bahkan lebih. Intinya aku dan
Kayla selalu bersama. Mungkin bisa dibilang, dimana ada aku maka disitu ada
Kayla dan dimana ada Kayla disitu ada aku. Tapi, tenang saja kita berdua masih
normal. Jadi, jangan mengira yang tidak-tidak.
Hari ini aku dan
Kayla akan mengerjakan tugas bersama. Seperti hari-hari biasanya, kami akan
mengerjakan tugas di gazebo taman kompleks. Menurut kami gazebo ini menjadi
tempat andalan kami untuk mengerjakan tugas atau sekedar mengurangi kepenatan.
Aku sudah berada di
gazebo dan menunggu kehadiran Kayla. Di taman ini sedikit sunyi, ntah karena
hari masih siang jadi kebanyakan dari warga menghabiskan waktu mereka untuk
tidur siang atau apa aku nggak ngerti, intinya aku merasa tenang disini.
Kulihat Kayla mendekati ku sambil melambaikan tangannya, dia berlari-lari kecil
menghampiriku.
“Maaf terlambat.
Aku tadi ketiduran,” ujar Kayla menjelaskan keterlambatannya sambil
cangar-cengir memamerkan deretan gigi putihnya.
“Iya, gak apa-apa.
Kalo kamu gak cepet-cepet dateng mungkin aku sudah ketiduran disini,” candaku
padanya.
Tiba-tiba handphone
ku mengalunkan lagu westlife tanda telpon masuk. Aku menatap layar handphone
ku. Vino. Waduh anak ini kenapa nelpon aku sih dalam keadaan seperti ini. Aku
segera mengangkatnya. Kayla sedikit mengernyitkan dahinya ketika aku sedang
berbicara di telpon. Aku tau Kayla akan bertanya-tanya siapa yang baru saja
menelpon diriku. Sekitar 5 menit aku berbicara dalam telpon dan aku kembali
mendekati Kayla yang sudah dipenuhi tanda tanya.
“Siapa?” tanya
Kayla ketika aku kembali.
Buset dah baru aja
duduk juga udah ditanya. Kepo banget nih orang. Ah, nggak apa-apa deh aku
cerita. Kan
awal aku berteman dengan Kayla niatnya saling berbagi selama itu bukan aib. Aku
menghela napas siap menceritakan siapa yang baru saja menelpon aku.
“Dia Vino,”
Aku tau Kayla kaget
setengah mampus. Aku tidak pernah menceritakan prihal cowok yang dekat dengan
aku. Sekalinya aku cerita, cowok itu adalah cowok yang dikagumi di sekolah ku.
“Kok bisa kenal
kamu? Wow! Keren keren keren!!!” ujar Kayla begitu heboh.
Aku hanya
tersenyum. Kayla sangat berlebihan deh.
Awalnya, aku tidak
sengaja menginjak kaki nya si Vino. Aku nggak tau jika Vino adalah cowok pujaan
semua kaum hawa, kecuali aku. Aku tidak kenal Vino jadinya aku hanya bilang
“sorry” dan kemudian meninggalkan Vino yang masih merintih kesakitan. Setelah
itu, ada seseorang yang menelpon aku dan menjelaskan bahwa namanya adalah Vino.
Aku nggak tau siapa itu Vino. Dia agak tersinggung ketika aku tidak mengenal
dirinya. Pasalnya, semua cewek-cewek yang bersekolah di tempat ku mengenal
siapa dirinya. Tapi, aku nggak sama sekali.
Akhirnya aku tau, siapa
Vino. Dia kelas XI IPS 3. Aku tidak pernah peduli dia siapa ataupun dia
bagaimana. Aku pun tidak pernah merasa WAH ketika dia menelpon ku pertama kali.
Aku tidak pernah ada rasa bahagia atau ingin teriak karena senang. Tidak sama
sekali. Vino benar-benar perhatian dengan aku. Hal kecil mengenai aku pasti dia
tau. Aku selama ini tidak pernah diperhatikan hingga sedetail itu. Itu membuat
aku sedikit melambung. Serius. Aku tidak tau Vino menaruh rasa padaku atau
tidak. Aku hanya merasa bahagia ketika mendapatkan perhatian-perhatian
sederhana seperti itu.
Pernah suatu ketika
Vino tidak menghubungiku, baik sms, bbm ataupun telpon. Aku merasa ada something yang hilang. Tapi, aku tidak
mencoba untuk menghubunginya terlebih dahulu, di sekolah pun aku tidak melihat
batang hidungnya. Hingga beberapa hari kemudian, dia mengirimkan BBM kepadaku
dan isinya adalah “Aku pikir, aku bisa untuk tidak menerima sms atau bbm dari
kamu. Aku pikir, aku bisa untuk tidak berhubungan dengan kamu. Ternyata aku
tidak bisa.” Ntah kenapa ketika dia bilang seperti itu dada ini berdesir. Darah
ku seakan-akan mengalir begitu cepat. Aku nggak tau apa yang aku rasa saat itu
yang aku tau aku sungguh senang!!! Really!
“Wow!!! Dew.
Kereeen bangeeet!! Aku yakin Vino ada rasa sama kamu. Pasti ada rasa sama
kamu!” ujar Kayla menggebu-gebu.
Kayla kelihatan
begitu senang. Kayla tau, aku sangat kesepian dan butuh teman. Kayla
berpendapat selain memiliki teman seperti dirinya, Vino juga dapat membuat
hari-hariku sedikit lebih berwarna dan gak abu-abu. Aku senang atas pendapat
Kayla. Kayla memang teman yang baik. Semoga saja benar, Vino ada rasa sama aku.
Aku tidak pernah merasakan perasaan ingin meledak seperti saat ini. Siang ini,
aku dan Kayla tidak jadi mengerjakan tugas. Melainkan menceritakan prihal cowok
ganteng yang sedang dekat dengan aku. Vino yang perhatian padaku.
^.^
Setiap aku
terbangun, aku selalu disambut dengan BBM selamat pagi dari Vino. Benar-benar
sedikit merubah suasana pagi ku. Sedikit bersemangat. Bi Inem pun jadi
terheran-heran melihat aku yang tidak pernah menanyakan mama dan papa semenjak
Vino masuk ke dalam kehidupanku.
Aku sudah siap
berangkat ke sekolah. Semalam aku telponan dengan Vino dan dia mengatakan akan
menjemputku pagi ini ke sekolah. So
excited!!! Aku segera menghubungi Kayla supaya dia tidak menungguiku dan
mengatakan bahwa Vino akan menjemputku. Seperti dugaanku tentang reaksi Kayla
yang sama senangnya seperti aku.
“Eh, non Dew. Kok
belum berangkat?” tanya Bi Inem kepadaku.
Ku lihat jam di BB
ku. Pantesan Bi Inem menanyakan kenapa aku belum juga berangkat ke sekolah.
Ternyata 10 menit lagi sudah bel masuk, tapi, sampai detik ini Vino belum datang
menjemputku. Segera aku telpon Vino. Aih, kenapa nggak aktif? Kemana anak itu
sebenarnya sih? Sedikit gusar aku dengan keadaan seperti ini. Tiba-tiba
handphone ku berbunyi. BBM dari Kayla menanyakan tentang mengapa aku belum
kunjung datang ke sekolah. Aku jelaskan padanya bahwa Vino belum juga
menjemputku dan aku memutuskan untuk berangkat sekolah sekarang tanpa harus
menunggu Vino yang tak tau berada dimana.
Jarak sekolah dan
rumah ku tidak terlalu jauh. Jika dijangkau dengan berjalan kaki hanya memakan
waktu sekitar 15 menit. Jadi, aku putuskan untuk berangkat sekarang daripada
harus terlambat datang ke sekolah dan tentu saja harus sedikit berlari untuk
menjangkau sekolah ku mengingat 10 menit lagi bel masuk.
^.^
“Kok bisa sih Vino
nggak jemput kamu? Masa iya dia lupa kalo harus jemput kamu pagi ini,” tanya
Kayla di kantin.
“Aku juga nggak tau
lah. Aku telpon dia, nomornya nggak aktif. Yaudah deh, terserah dia aja. Toh,
dia bukan siapa-siapa aku ini kok,” ujar ku tidak perduli dengan Vino.
“Kalo kamu spesial
di hati aku apakah kamu akan bilang seperti itu lagi?” ujar seseorang dari
belakang ku. Vino!
Vino duduk di
samping ku. Aku terdiam dan Kayla nampak begitu marah terhadap Vino.
“Vin, kamu kenapa
nggak jemput Dew? Nggak kasian tah kamu? Udah janji malah nggak ditepati! Kamu
tega ya! Untung aja Dew nggak terlambat dan kena hukuman,” ujar Kayla panjang
lebar.
“Udah lah, Kay.
Ayo, ke kelas aja,” ujar ku mengajak Kayla ke kelas.
Tapi, seketika
tanganku ditarik oleh Vino dan menyebabkan aku duduk kembali. Vino membalikkan
badan ku sehingga kami berhadap-hadapan. Jarak kami hanya beberapa sentimeter
saja. Aku dapat mencium aroma tubuhnya dan mendengar degupan jantungnya. Darah
ku berdesir dan jantungku berdegup kencang. Perasaan ini kembali menyelimuti
diriku. Mata jernih Vino menusuk ke dalam mataku. Sungguh, aku lemah ditatap
seperti itu.
“Maaf,” ujar Vino.
Hembusan napasnya membuat diriku merasa tidak keruan.
“Aku memang salah.
Tidak memberitahu kamu terlebih dahulu kalo aku nggak bisa jemput. Mama ku tadi
pergi ke rumah tante ku jadinya aku nganterin mama kesana dan aku mau telpon
kamu, tapi, hape ku lowbat. Maaf ya,” ujar Vino meraih kedua tanganku. Matanya
tak lepas dari mataku.
“Sebagai gantinya,
setelah pulang sekolah kita jalan ya,” lanjut Vino. Tak ada tanggapan dari aku
dan dia kembali melanjutkan, “Baiklah. Aku anggap itu tanda setuju. Aku akan
menjemputmu di kelas mu. Aku ke kelas dulu ya. Sampai ketemu pulang sekolah,”
ujar Vino dan meninggalkan aku dan Kayla yang terbengong.
“Cieeeeee Dew
diajak kencan pulang sekolah,” ujar Kayla antusias padaku ketika Vino telah
jauh dari pandangan kami.
“Apaan sih Kay,”
ujar ku tersipu.
“Aku pikir dia
beneran suka kamu deh Dew. Apalagi dia bilang kamu spesial dihatinya. Iiihh,
muka kamu merah gitu Dew. Cieee ada yang lagi falling in love nih,” ujar Kayla
terus menggodaku.
“Udah ah Kay. Ayo,
ke kelas. Jangan godain aku muluk lah,”
^.^
Aku menuju ke kelas
dengan langkah gontai. Sejujurnya aku males untuk datang ke sekolah hari ini.
Sungguh aku tidak ingin datang ke sekolah. Apalagi jika harus mengingat
kejadian kemarin setelah pulang sekolah. Ya! Aku memang jalan dengan Vino.
Tapi, tidak seindah yang aku bayangkan. Deg-deg-an yang terjadi pada jantungku
seperti sia-sia begitu saja. Ingin rasanya aku menangis. Aku bukan hanya tidak
ingin melihat Vino hari ini, tapi, aku juga tidak ingin bertemu dengan Kayla.
“Hei! Dew!” sapa
Kayla padaku dengan cengiran lebar menghiasi wajahnya.
Ternyata aku harus
bertemu dengan Kayla hari ini. Bagaimana pun kami akan ketemu mengingat dia
adalah teman sebangku ku. Aduuuh, aku males jika harus menceritakan kejadian
kemarin kepadanya.
“Apa?” ujar ku
malas menanggapinya.
“Cerita dong.
Kemaren gimana. Pasti seru. Wow, first date yang nggak bisa dilupakan. Coba aku
ada ya. Pasti romantis,”
“Stop Kay!!!
Semuanya nggak sama seperti yang ada dipikiranmu. Semuanya menyebalkan!!!”
Aku mulai
bercerita. Aku memang diajak jalan-jalan dengan Vino. Ke tempat-tempat yang
memiliki view yang begitu indah. Aku sungguh takjub ketika Vino membawa aku
kesana. Setelah itu, kami makan di court food tak jauh dari sana . Kami bercerita, tertawa, bercanda, dan
Vino membersihkan sisa makanan yang menempel di bibirku menggunakan tangannya
sehingga aku dapat merasakan kelembutan yang berasal dari jari tangannya.
Sekejap perasaanku melambung. Tapi, tiba-tiba handphone-nya berdering dan dia
izin untuk mengangkat telpon. Tebak apa yang terjadi? Ya! Dia tidak kembali
lagi sampai aku lelah menunggu kehadirannya dan parahnya lagi, semua yang kami
makan, aku yang membayarnya.
“Nggak bisa kayak
gitu dong, Dew! Ayo, ke kelasnya!!!” ujar Kayla geram.
“Males aku ketemu
sama dia,”
Kayla terus memaksa
ku dan menarik tanganku. Aku mengikuti langkah Kayla dengan sedikit sulit
karena tarikan yang sedikit membuat badanku jadi terhuyung. Aku sejujurnya
nggak mau bertemu dengan Vino. Semoga akan baik-baik saja deh.
“Hei, Vino!!!”
teriak Kayla di luar kelas XI IPS 3 yang merupakan kelas Vino.
Vino mengalihkan
perhatiannya pada kami dan berbicara sebentar pada teman-temannya kemudian
menghampiri kami.
“Kamu nggak bisa
kayak gitu Vin sama Dew. Kamu tega ya sama Dew. Ninggalin dia gitu aja! Apa
belum cukup kamu bohongin dia kemaren pagi? Parah kamu!!!” ujar Kayla langsung
ke intinya tanpa ada basa-basi sedikit pun.
“Dew. Maaf. Kemaren
aku di telpon mama untuk jemput mama. Aku beneran terburu-buru. Maaf banget ya
Dew,” ujar Vino dengan mudahnya minta maaf.
“Jangan minta
maaf!!! Maksud kamu apa sih kasih aku madu tapi nggak taunya itu adalah racun? Jangan
buat aku melambung kemudian kamu jatuhkan!” ujar ku.
Akhirnya Vino
menjelaskan yang sebenarnya. Dengan mudah dia bilang bahwa dia memperlakukan
semua cewek seperti itu. Jadi, bukan hanya aku yang dia beri madu beracun itu.
Aku pikir semua yang dia katakan padaku karena dia ada rasa dan dapat mengubah
kesepianku dengan perhatian-perhatian sederhananya. Ternyata, semuanya adalah
kepalsuan semata! Aku bersama Kayla meninggalkan Vino dengan kekecewaan yang begitu
mendalam. Saat ini yang aku miliki hanya Kayla dan Bi Inem tuk menghilangkan
rasa kesepian dalam hidupku. Aku tidak ingin kehilangan mereka.
BERSAMBUNG
0 komentar:
Posting Komentar