"Aku memperlakukan kepada semua cewek hal
seperti itu,"
Kembali terngiang apa yang pernah Vino ucapkan
padaku. Hati ini seperti luka yang diberi garam. Rasanya sungguh perih. Dengan
seenaknya dia bilang seperti itu kepadaku. Wow!!! Mudah sekali dia memberikan
aku kata-kata manis seolah-olah dia benar-benar menginginkanku. Rasanya aku
ingin berteriak. Bodohnya aku, kenapa aku diam saja diperlakukan seperti itu?
Kembali aku merasakan basah dipipiku. Argh!!! Aku menangis lagi! Lemah! Ingin
rasanya aku berteriak sekencang-kencangnya melepaskan beban ini. Sumpah! Aku
tidak ingin bertemu dengan Vino sampai kapan pun.
Memang, sudah sebulan belakangan ini aku tidak melihat batang hidung si busuk Vino. Aku sangat bersyukur karena Tuhan tidak mempertemukan aku dengan si tengil Vino. Aku berharap Vino lenyap. Ntah, ditabrak becak atau gerobak atau apapun itu, aku ingin dia lenyap! Segera!
Memang, sudah sebulan belakangan ini aku tidak melihat batang hidung si busuk Vino. Aku sangat bersyukur karena Tuhan tidak mempertemukan aku dengan si tengil Vino. Aku berharap Vino lenyap. Ntah, ditabrak becak atau gerobak atau apapun itu, aku ingin dia lenyap! Segera!
Sampai detik ini aku ataupun dia tidak saling
menghubungi satu sama lain. Oh iya, aku lupa, seminggu atas kejadian itu dia
BBM in aku. Hmm, isinya sungguh tidak berkemanusiaan yang adil dan beradab.
Seperti inilah bunyi BBM dari Vino "kenapa gk pernah hubungi aku? Dosa loh
kalo memutuskan tali silaturahmi". BBM macam apa itu?? Seharusnya dia tau
diri dikit lah ya. Aku tidak membalas BBM nya bukan karena unread tapi aku lagi
nggak pegang BB dan dia juga mengirim PING
berkali-kali. Aku benar-benar tidak pegang BB saat itu. Jadi, ketika aku buka
hape udah banyak notif dari dia. Peduli amat deh. Aku bilang apa adanya aja.
Eh, dia malah bilang, "Kalo ada masalah jangan kekanak-kanakan.
Marah-marah nggak jelas. Aku nggak akan berteman dengan kamu lagi." Itu
adalah BBM terakhir dia dan dia benar-benar delcont aku. Wah, aku jadi berpikir
yang kekanak-kanakan sebenarnya siapa? Ah, peduli amat!
^.^
"Gimana perasaan kamu Dew? Udah agak
baikan? Apa Vino masih hubungin kamu? Udah sebulan ini kita nggak liat
dia," ujar Kayla di taman komplek ketika sedang santai pada sore yang
cerah.
"Lost," jawab ku. Satu kata yang
mewakili semua pertanyaan Kayla.
"Kamu masih ada rasa sama dia?"
Tanya Kayla. Aku hanya menatap Kayla tajam.
Rada takut juga dia dengan tatapanku seperti
itu. Kayla tidak banyak tanya lagi. Aku kembali menatap pemandangan yang berada
di depanku. Suara kolam di komplek ini emang begitu syahdu bisa biki jiwa
tentram. Segala masalah setidaknya sedikit terkikis. Aku tidak ingin
memerdulikan Vino lagi. Ingat, aku sudah janji akan semua itu.
"Ada
yang mau ketemu kamu loh Dew," ujar Kayla ketika sudah sekian lama
terdiam.
"Siapa?" Tanyaku penasaran.
"Bentar lagi dia dateng kok," ujar
Kayla semakin membuat aku penasaran.
Aku menunggu seseorang yang dikatakan Kayla
barusan. Dia tidak ingin memberitahukan siapa orang tersebut kepadaku. Intinya
dia bilang aku akan senang. Ntah, aku nggak tau siapa itu. Sedang asyik
menebak-nebak siapa yang akan menemuiku, tiba-tiba motor ninja hitam berhenti
tak jauh dari aku duduk. Aku sangat mengenali motor itu. Tapi, aku agak lupa
siapa pemilik motor tersebut. Helm yang ia kenakan tidak dilepas sehingga
membuat aku tambah penasaran. Dan ketika dia sampai di depan aku dan Kayla, dia
segera melepaskan helm-nya.
"Tuh pangeran kamu. Aku pergi dulu
ya," bisik Kayla padaku.
Wah, apa-apaan nih??? Vino? Wah! Parah banget
nih Kayla. Kayla, kamu sahabat macam apaan? Vino mengambil tempat tepat di
sampingku. Aku maupun Vino tidak ada yang memulai percakapan. Aku sih males
banget. Aku masih bingung dan tidak habis pikir apa yang telah Kayla lakukan.
Aku taulah maksud anak itu bai, tapi, tolong dong jangan yang satu ini. Jangan
pertemukan aku dan Vino lagi. Aduh, Kayla! Siap-siap aja nanti aku ke rumahmu.
"Hei, apa kabar?" Tanya Vino
berbasa-basi.
"Ngapain kesini?"
"Aku cuma mau minta maaf. Aku beneran
nggak ada rasa sama kamu. Tapi, aku juga nggak mau kamu depresi gara-gara
aku," ujar Vino yang membuat aku kaget.
What? Depresi? Wah, kacau nih anak omongannya.
Aku benar-benar tertegun dengan apa yang Vino katakan barusan. Bukan terharu
melainkan ingin rasanya aku menarik mulutnya yang telah sembarangan berbicara
seperti itu.
”Aku nggak mau kenapa-kenapa karena aku.
Makanya aku nemuin kamu. Dan satu hal yang harus kamu tau aku udah pindah
sekolah,” lanjut Vino.
Sedikit kaget aku juga atas penjelasannya.
Pantes aja, selama sebulan ini aku tidak melihat dia walau itu hanya semenit
atau sedetik sekalipun. Akhirnya pertanyaan yang sering muncul di kepalaku
terjawab sudah. Yah, bagus deh kalo begitu. Aku juga sebenernya udah eneg harus
bertemu dia di sekolah. Saat ini pun, sejujurnya nggak ingin ada dirinya
disampingku. Makanya, aku ogah banget bertanya tentang alasan dia pindah
sekolah. Kalo bisa sih sekalian pindah dunia aja deh dia itu. Ikhlas banget
aku.
^.^
Aku rebahkan diriku di tempat tidur. Ku
genggam dua batang coklat delfi pemberian Vino ketika di taman tadi. Aku raih
handphone ku dan aku cari nomor Kayla. Aku menelpon Kayla untuk datang ke rumah
ku sekarang dengan maksud dan tujuan ingin memarahinya serta memberitahu apa
aja yang dikatakan Vino kepadaku selama di taman tadi. Aku tunggu kedatangan
Kayla datang ke rumah ku. Jika diperhatikan kembali, rumah ku benar-benar sepi.
Mama dan Papa masih di Malaysia ,
biasalah masalah pekerjaan. Sejujurnya aku merindukan orang tuaku. Memang
kebutuhan sehari-hari atau financial selalu terpenuhi bahkan bisa dibilang
lebih. Tapi, aku sangat kekurangan kasih sayang. Sungguh naas bukan?
Secara financial, aku bisa beli apa saja yang
aku inginkan, tapi, tidak kasih sayang. Secara material, aku mampu memiliki apa
saja yang aku butuhkan, tapi, tidak kasih sayang. Apa-apaan ini, aku merindukan
mama-papa ku. Aku ingin sekali saja mama mendengarkan ceritaku, anaknya yang
mulai beranjak dewasa. Sharing apa aja yang harus dilakukan sebagai anak
perempuan yang baru tumbuh menjadi dewasa. Kapan ya aku bisa merasakannya? Untuk
sekedar makan malam atau sarapan bersama pun nggak pernah. Keluarga macam apa
ini?
“Hoi! Ngelamun aja!” ujar Kayla mengagetkanku.
Wah, kapan nih anak masuk rumah ku dan sudah duduk di sampingku? Apa segitu
seriusnya aku memikirkan kehadiran mama dan papaku? Atau Kayla punya tipu
muslihat yang bisa datang secara tiba-tiba. Ntah lah.
“Yaelah. Malah diem aja. Kenapa sih Dew
sayang? Nggak usah terpana gitu deh, tadi aku manggil kamu, tapi, kamu nggak
respon. Jadi, aku masuk aja deh, eh, taunya kamu ada disini,” ujar Kayla.
“Nih!” ujarku memberikan coklat pemberian Vino
tadi siang pad Kayla.
Kayla mengerutkan keningnya. Aku jelaskan itu
cokelat pemberian dari Vino. Aku minta penjelasan pada Kayla mengapa dia
meminta Vino menemuiku.
“Dew. Kamu jangan marah dulu sama aku. Aku
Cuma mau masalah kalian itu segera diselesaikan. Jangan diem-diem begini. Aku
udah marahin dia habis-habisan, kalo memang dia bener-bener anak laki
seharusnya dia lebih jantan untuk menemui kamu dan jelaskan ke kamu apa yang
dia rasakan sebenarnya. Jangan lari dari masalah kayak gini lah. Aku tahu, kamu
pasti selalu bertanya-tanya kemana Vino. Maaf Dew, aku nggak bisa dibohongin
dari tatapan matamu. Percaya deh, kita udah kenal cukup lama. Sedikit banyak
aku tau apa yang sedang kamu pikirkan,” ujar Kayla menatap mataku.
Aku hanya diam saja. Aku tahu, dia mempunyai
niat yang baik kepada ku. Supaya aku nggak terlalu memikirkan Vino. Baiklah,
aku akui meskipun bibirku berkata aku tidak peduli dia dimana selama ini, tapi,
hatiku selalu menanyakan dimana Vino berada. Apakah aku sudah dibutakan oleh
cinta? Apakah aku terlalu bodoh? Bukan! Aku terlalu mencintai Vino. Yah, akhirnya
aku mengakuinya. Aku pernah menangis karenanya. Bodoh sekali bukan? Terserah
apapun sebutan untuk diriku, yang aku tahu, aku sangat merindukan sosok Vino
dalam kehidupanku.
“Tadi dia kasih aku itu. Katanya coklat bisa
menenangkan jiwa kita. Aku awalnya marah banget sama kamu Kay. Kamu nggak
cerita apa-apa sama aku tentang Vino, eh, ternyata kamu selama ini punya
rencana mempertemukan aku dengan Vino. Aku benar-benar terkejut melihat
kehadiran Vino. Akhirnya aku tahu, selama ini dia pindah sekolah karena mamanya
harus di rawat di rumah sakit Jakarta .
Apa selama ini aku sungguh egois?” ujar aku.
Ya, tadi sebelum Vino benar-benar pergi. Dia
menjelaskan alasan kepindahannya. Mamanya terserang penyakit kanker payudara.
Apa yang bisa Vino lakukan untuk membuat mamanya kuat selain berada terus di
samping beliau yang notabene-nya sebagai single parent. Hanya Vino yang beliau
miliki setelah perceraian yang menyakitkan. Vino nggak cukup tega menjadi anak
badung dan meninggalkan mamanya sendiri. Aku benar-benar terhanyut suasana. Aku
dapat merasakan pedih yang dirasakan oleh Vino. Pasti rasanya hampir sama
dengan apa yang aku rasa selama ini. Dia merasa bersalah banget atas apa yang
dia lakukan selama ini. Sebagai tanda maaf, dia berikan aku dua batang cokelat
delfi.
“Kamu nggak egois,
Dew. Saat itu, kamu belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang kamu sudah
bisa memahami dia kan ?
Nih, aku suapin cokelat untuk sahabat aku tersayang,” ujar Kayla sambil
menyuapkanku sepotong cokelat. Aku sungguh beruntung memiliki sahabat seperti
Kayla. Kekosongan sebagian jiwaku bisa terisi oleh kasih sayang yang diberikan
Kayla padaku.
^.^
Hari ini Vino
berjanji akan menjemputku pulang sekolah. Kabar baik itu disambut antusias
dengan Kayla. Kayla meyakinkan aku bahwa Vino tidak akan seperti yang
sudah-sudah. Aku mencoba percaya dengan Vino. Aku juga berharap dia nggak akan
seperti waktu lalu yang meninggalkan begitu saja. Sungguh pengalaman yang tidak
enak untuk dikenang.
“Eh, itu Vino. Good
luck ya Dew sayang,” ujar Kayla memelukku.
“Iya Kay. Doain
ya,” ujarku sambil membalas pelukannya.
Aku menghampiri
mobil Vino. Dia sudah berdiri di samping mobil kesayangannya. Dia membukakan
pintu untuk ku. Sebelum aku benar-benar masuk, aku membalikkan badan untuk
melihat Kayla dan melambaikan tangan padanya yang disambut senyuman dan acungan
jempol darinya. Aku menghela napas dan masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan,
kami hanya berdiam diri. Hanya sesekali aku dapat melihat dengan jelas Vino
mencuri pandang ke arah ku. Perasaan ini kembali hadir setelah beberapa waktu
rapuh dengan orang yang sama.
Vino memberhentikan
mobilnya di sebuah food court. Dia membukakan pintu untuk aku dan menggandeng
aku masuk ke dalam food court. Aku benar-benar merasa dilindungi oleh pria
tampan ini. Dia menggenggam tanganku erat. Sungguh, aku tidak ingin mencoba
untuk melepaskannya. Aku benar-benar nyaman berada dalam genggamannya.
Kami duduk sambil
menunggu makanan disajikan di meja kami. Tak ada bicara diantar kami. Hanya aku
tidak bisa duduk tenang karena Vino menatapku tidak berkedip. Ah, jantungku
seolah-olah ingin lari dari sarangnya. Samil bertopang dagu, Vino menatapku. Sudah
bisa ku tebak, wajahku pasti seperti kepiting rebus. Merah. Tiba-tiba dia mengelus
pipiku yang semakin terasa panas.
“Kamu cantik ya.
Maafin aku,” ujar Vino yang membuat jiwaku semakin melambung. Aku hanya
tersenyum. Benar-benar beku, aku diperlakukan seperti ini. Sederhana yang
membuat aku melayang hingga ke langit ke tujuh.
Tiba-tiba
handphone-nya berdering. Aku kaget, jangan! Aku mohon jangan lagi. Aku mohon!!!
Jangan tinggalin aku sendiri seperti saat itu. Aku sudah panas dingin.
“Maaf, Dew. Aku benar-benar
minta maaf. Mama lagi butuh aku saat ini. Semoga kamu mengerti aku,” ujar Vino.
Lagi??? Ingin
rasanya aku menangis. Tapi, aku tahan. Dia punya alasan yang jelas. Alangkah
egoisnya aku jika menahan kepergiannya.
“Nggak apa-apa,
Vin. Mama mu lebih membutuhkan kamu daripada aku. Jaga mamamu ya. Salam dari
aku. Semoga cepat sembuh,” ujar aku mencoba tersenyum.
Dia mengelus
rambutku dan dia pergi meninggalkan aku. Aku hanya duduk terpaku. Tidak tau apa
yang harus aku lakukan. Makanan sudah disajikan, tapi, aku enggan untuk
menyantapnya. Tanpa aku sadari, mata ini sudah banjir dengan airmata. Aku taruh
wajahku di meja. Tak peduli banyak tatapan mata menatapku dengan penuh tanya.
Aku melangkahkan
kaki dengan gontai meninggalkan food court ini. Terserah apapun orang-orang mau
menatap aku seperti apa. Aku sudah tidak perduli. Wajah ini terasa lengket
karena airmata yang jatuh tidak tertahan. Kayla aku telpon nomornya tidak
aktif. Mungkin dia sedang tidur siang. Kebiasaan dia, pulang sekolah pasti
tidur siang. Aku berjalan menuju halte. Aku duduk di halte persis orang gila.
Tiba-tiba, aku menangkap bayangan yang aku kenal dari seberang halte. Aku
segera mendekati dia –seseorang di seberang jalan– dengan tergesa-gesa.
“Vino???” tanya aku
kaget. Ternyata benar dugaanku.
“Kay?”
Aku semakin kaget.
Atas apa yang aku lihat. Kayla dan Vino? Hebat!!!
“Jadi? Ini mama
kamu, Vin? Jadi, Kay ini yang kamu sebut mama?” tanyaku pada Vino geram. Aku
dapat melihat wajah kaget dari mereka. Benar-benar kaget.
“Hebat Kay! Kamu
seolah peduli sama aku. Kamu seolah sayang sama aku. Ternyata, kamu nggak lebih
dari sampah!!! Busuk! Benar-benar nggak nyangka. Kayla yang nasehatin aku,
menguatkan aku, ternyata, cih!” ujar aku geram. Aku nggak habis pikir. Kayla
dapat melakukan ini.
“Dan buat kamu Vin.
Kamu ternyata nggak lebih menjijikan dari bangkai! Kamu bisa berbohong dengan
atas nama mamamu sendiri? Wow! Sungguh keren! Semoga mamamu selalu baik-baik
saja.Terima kasih atas semuanya,” ujar aku membalikan badan.
“Oh, iya satu lagi,
Vin,”
Aku menatap Vino
dan menampar pipinya serta aku tendang kemaluannya. Aku sungguh-sungguh geram.
Kayla segera menarik bajuku. Dia tidak terima Vino aku perlakukan seperti itu.
“Kamu, Dew!!! Sadar
aja deh. Kalo Vino nggak pernah memilih kamu. Tapi, aku! Mau tau, kenapa Vino
sengaja deketin kamu? Itu hanya karena dia pengen sama aku. Kamu hanya sebagai
jembatan. Oke? Tau diri aja deh!” ujar Kayla.
Aku hanya tersenyum
mendengar Kayla. Sungguh ingin sekali aku tonjok dirinya.
“Sekarang udah
puas, Kay? Akting kamu sungguh bagus! Kamu cocok dari artis. Jagain aja Vino mu
itu. Semoga Tuhan mengampuni kesalahan kalian berdua,” ujar aku sambil
meninggalkan mereka berdua.
^.^
Malam ini aku kacau
banget. Aku benar-benar nggak menyangka Kayla sejahat itu padaku. Dia
mempertemukan aku dan Vino ternyata dia! Argh! Aku tidak bisa berkata apa-apa
lagi. Hanya nggak menyangka saja. Kayla yang aku pikir adalah sahabat yang
benar-benar tulus. Aku nggak masalah dengan Vino karena tabiat dia memang
seperti itu. Tapi, Kayla? Aku nggak perduli! Sungguh!
Kayla, kenapa kamu
jahat banget sama aku? Aku pikir, aku sudah menemukan teman dimana aku bisa
berbagi. Hebat! Orang tua tidak pernah di rumah, sahabat mengkhianati aku,
siapa lagi yang akan membuat hidupku semakin terpuruk? Siapa? Semoga jangan bi
Inem. Aku nggak ingin. Kesepian ini memang sudah menjadi temanku. Sungguh ironi
sekali hidupku ini. Kapan aku bisa merasakan bahagia?
Aku mendekap
wajahku dengan bantal. Mencoba melupakan apa yang telah terjadi. Tapi, yang
terjadi malah bayangan Kayla dan Vino muncul bergantian. Aku berteriak hingga
bi Inem mengetuk kamar ku. Tapi, aku abaikan ketukan dari bi Inem. Siapa yang
bisa aku percaya saat ini? Nggak ada!!! Aku berharap waktu cepat berlalu. Aku
menatap nanar sekeliling kamarku. Apakah disekitar sini masih ada jiwa
pengkhianat? Hidup ini begitu keras dan penuh dengan kemunafikan. Aku
menghempaskan tubuhku ke tempat tidur untuk kesekian kalinya. Aku mencoba
berpikir realita. Yah, keadaannya seperti ini. Ayolah, Dew! Sadar! Jangan patah
semangat! Aku mencoba menjernihkan pikiranku. Ini kenyatannya. Kayla dan Vino
adalah dua makhluk Tuhan yang dipenuhi jiwa hitam. Bisa dibilang sebagai master
pengkhianat.
Aku segera menutup
lembar kehidupan yang cacat ini dan akan membuka lembar kehidupan baru yang
akan diisi dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Aku percaya suatu saat
Tuhan membawakan orang-orang yang akan membuat diriku merasakan arti cinta
sesungguhnya. Aku anggap, pengalaman aku dengan kedua makhluk itu hanya sekedar
menjadi pembelajaran. Sehingga ke depannya bisa lebih selektif lagi. Aku
menghela napas dan tersenyum, aku yakin suatu saat, aku akan dikelilingi oleh
mereka yang menyayangi aku setulus hati mereka.
Goodbye Kayla dan
Vino. Terima kasih sudah menjadi pelengkap cerita dikehidupan ku. Tanpa kalian,
aku tidak akan pernah tahu bagaimana rasa sakitnya dikhianati. Semoga kalian
lekas sadar dan kembali kepada jalan yang benar.
Aku adalah Dew.
Akan meneruskan perjalanan hidup dengan jiwa yang lebih kuat lagi. Pengkhianatan
mereka membuat aku menjadi lebih tegar dalam menjalani hidup. Hidup ini Cuma
sekali, aku nggak mau terlalu terpuruk akan masalah basi seperti ini. Hidupku
akan lebih baik ke depannya. Aku percaya. Terima kasih semuanya J
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar