Pages



Jumat, 02 Maret 2012

Lidahmu Sungguh Manis (Fake Lover Part II)


"Aku memperlakukan kepada semua cewek hal seperti itu,"
Kembali terngiang apa yang pernah Vino ucapkan padaku. Hati ini seperti luka yang diberi garam. Rasanya sungguh perih. Dengan seenaknya dia bilang seperti itu kepadaku. Wow!!! Mudah sekali dia memberikan aku kata-kata manis seolah-olah dia benar-benar menginginkanku. Rasanya aku ingin berteriak. Bodohnya aku, kenapa aku diam saja diperlakukan seperti itu? Kembali aku merasakan basah dipipiku. Argh!!! Aku menangis lagi! Lemah! Ingin rasanya aku berteriak sekencang-kencangnya melepaskan beban ini. Sumpah! Aku tidak ingin bertemu dengan Vino sampai kapan pun.
Memang, sudah sebulan belakangan ini aku tidak melihat batang hidung si busuk Vino. Aku sangat bersyukur karena Tuhan tidak mempertemukan aku dengan si tengil Vino. Aku berharap Vino lenyap. Ntah, ditabrak becak atau gerobak atau apapun itu, aku ingin dia lenyap! Segera!
Sampai detik ini aku ataupun dia tidak saling menghubungi satu sama lain. Oh iya, aku lupa, seminggu atas kejadian itu dia BBM in aku. Hmm, isinya sungguh tidak berkemanusiaan yang adil dan beradab. Seperti inilah bunyi BBM dari Vino "kenapa gk pernah hubungi aku? Dosa loh kalo memutuskan tali silaturahmi". BBM macam apa itu?? Seharusnya dia tau diri dikit lah ya. Aku tidak membalas BBM nya bukan karena unread tapi aku lagi nggak pegang BB dan dia juga mengirim PING berkali-kali. Aku benar-benar tidak pegang BB saat itu. Jadi, ketika aku buka hape udah banyak notif dari dia. Peduli amat deh. Aku bilang apa adanya aja. Eh, dia malah bilang, "Kalo ada masalah jangan kekanak-kanakan. Marah-marah nggak jelas. Aku nggak akan berteman dengan kamu lagi." Itu adalah BBM terakhir dia dan dia benar-benar delcont aku. Wah, aku jadi berpikir yang kekanak-kanakan sebenarnya siapa? Ah, peduli amat!
^.^
"Gimana perasaan kamu Dew? Udah agak baikan? Apa Vino masih hubungin kamu? Udah sebulan ini kita nggak liat dia," ujar Kayla di taman komplek ketika sedang santai pada sore yang cerah.
"Lost," jawab ku. Satu kata yang mewakili semua pertanyaan Kayla.
"Kamu masih ada rasa sama dia?" Tanya Kayla. Aku hanya menatap Kayla tajam.
Rada takut juga dia dengan tatapanku seperti itu. Kayla tidak banyak tanya lagi. Aku kembali menatap pemandangan yang berada di depanku. Suara kolam di komplek ini emang begitu syahdu bisa biki jiwa tentram. Segala masalah setidaknya sedikit terkikis. Aku tidak ingin memerdulikan Vino lagi. Ingat, aku sudah janji akan semua itu.
"Ada yang mau ketemu kamu loh Dew," ujar Kayla ketika sudah sekian lama terdiam.
"Siapa?" Tanyaku penasaran.
"Bentar lagi dia dateng kok," ujar Kayla semakin membuat aku penasaran.
Aku menunggu seseorang yang dikatakan Kayla barusan. Dia tidak ingin memberitahukan siapa orang tersebut kepadaku. Intinya dia bilang aku akan senang. Ntah, aku nggak tau siapa itu. Sedang asyik menebak-nebak siapa yang akan menemuiku, tiba-tiba motor ninja hitam berhenti tak jauh dari aku duduk. Aku sangat mengenali motor itu. Tapi, aku agak lupa siapa pemilik motor tersebut. Helm yang ia kenakan tidak dilepas sehingga membuat aku tambah penasaran. Dan ketika dia sampai di depan aku dan Kayla, dia segera melepaskan helm-nya.
"Tuh pangeran kamu. Aku pergi dulu ya," bisik Kayla padaku.
Wah, apa-apaan nih??? Vino? Wah! Parah banget nih Kayla. Kayla, kamu sahabat macam apaan? Vino mengambil tempat tepat di sampingku. Aku maupun Vino tidak ada yang memulai percakapan. Aku sih males banget. Aku masih bingung dan tidak habis pikir apa yang telah Kayla lakukan. Aku taulah maksud anak itu bai, tapi, tolong dong jangan yang satu ini. Jangan pertemukan aku dan Vino lagi. Aduh, Kayla! Siap-siap aja nanti aku ke rumahmu.
"Hei, apa kabar?" Tanya Vino berbasa-basi.
"Ngapain kesini?"
"Aku cuma mau minta maaf. Aku beneran nggak ada rasa sama kamu. Tapi, aku juga nggak mau kamu depresi gara-gara aku," ujar Vino yang membuat aku kaget.
What? Depresi? Wah, kacau nih anak omongannya. Aku benar-benar tertegun dengan apa yang Vino katakan barusan. Bukan terharu melainkan ingin rasanya aku menarik mulutnya yang telah sembarangan berbicara seperti itu.
”Aku nggak mau kenapa-kenapa karena aku. Makanya aku nemuin kamu. Dan satu hal yang harus kamu tau aku udah pindah sekolah,” lanjut Vino.
Sedikit kaget aku juga atas penjelasannya. Pantes aja, selama sebulan ini aku tidak melihat dia walau itu hanya semenit atau sedetik sekalipun. Akhirnya pertanyaan yang sering muncul di kepalaku terjawab sudah. Yah, bagus deh kalo begitu. Aku juga sebenernya udah eneg harus bertemu dia di sekolah. Saat ini pun, sejujurnya nggak ingin ada dirinya disampingku. Makanya, aku ogah banget bertanya tentang alasan dia pindah sekolah. Kalo bisa sih sekalian pindah dunia aja deh dia itu. Ikhlas banget aku.
^.^
Aku rebahkan diriku di tempat tidur. Ku genggam dua batang coklat delfi pemberian Vino ketika di taman tadi. Aku raih handphone ku dan aku cari nomor Kayla. Aku menelpon Kayla untuk datang ke rumah ku sekarang dengan maksud dan tujuan ingin memarahinya serta memberitahu apa aja yang dikatakan Vino kepadaku selama di taman tadi. Aku tunggu kedatangan Kayla datang ke rumah ku. Jika diperhatikan kembali, rumah ku benar-benar sepi. Mama dan Papa masih di Malaysia, biasalah masalah pekerjaan. Sejujurnya aku merindukan orang tuaku. Memang kebutuhan sehari-hari atau financial selalu terpenuhi bahkan bisa dibilang lebih. Tapi, aku sangat kekurangan kasih sayang. Sungguh naas bukan?
Secara financial, aku bisa beli apa saja yang aku inginkan, tapi, tidak kasih sayang. Secara material, aku mampu memiliki apa saja yang aku butuhkan, tapi, tidak kasih sayang. Apa-apaan ini, aku merindukan mama-papa ku. Aku ingin sekali saja mama mendengarkan ceritaku, anaknya yang mulai beranjak dewasa. Sharing apa aja yang harus dilakukan sebagai anak perempuan yang baru tumbuh menjadi dewasa. Kapan ya aku bisa merasakannya? Untuk sekedar makan malam atau sarapan bersama pun nggak pernah. Keluarga macam apa ini?
“Hoi! Ngelamun aja!” ujar Kayla mengagetkanku. Wah, kapan nih anak masuk rumah ku dan sudah duduk di sampingku? Apa segitu seriusnya aku memikirkan kehadiran mama dan papaku? Atau Kayla punya tipu muslihat yang bisa datang secara tiba-tiba. Ntah lah.
“Yaelah. Malah diem aja. Kenapa sih Dew sayang? Nggak usah terpana gitu deh, tadi aku manggil kamu, tapi, kamu nggak respon. Jadi, aku masuk aja deh, eh, taunya kamu ada disini,” ujar Kayla.
“Nih!” ujarku memberikan coklat pemberian Vino tadi siang pad Kayla.
Kayla mengerutkan keningnya. Aku jelaskan itu cokelat pemberian dari Vino. Aku minta penjelasan pada Kayla mengapa dia meminta Vino menemuiku.
“Dew. Kamu jangan marah dulu sama aku. Aku Cuma mau masalah kalian itu segera diselesaikan. Jangan diem-diem begini. Aku udah marahin dia habis-habisan, kalo memang dia bener-bener anak laki seharusnya dia lebih jantan untuk menemui kamu dan jelaskan ke kamu apa yang dia rasakan sebenarnya. Jangan lari dari masalah kayak gini lah. Aku tahu, kamu pasti selalu bertanya-tanya kemana Vino. Maaf Dew, aku nggak bisa dibohongin dari tatapan matamu. Percaya deh, kita udah kenal cukup lama. Sedikit banyak aku tau apa yang sedang kamu pikirkan,” ujar Kayla menatap mataku.
Aku hanya diam saja. Aku tahu, dia mempunyai niat yang baik kepada ku. Supaya aku nggak terlalu memikirkan Vino. Baiklah, aku akui meskipun bibirku berkata aku tidak peduli dia dimana selama ini, tapi, hatiku selalu menanyakan dimana Vino berada. Apakah aku sudah dibutakan oleh cinta? Apakah aku terlalu bodoh? Bukan! Aku terlalu mencintai Vino. Yah, akhirnya aku mengakuinya. Aku pernah menangis karenanya. Bodoh sekali bukan? Terserah apapun sebutan untuk diriku, yang aku tahu, aku sangat merindukan sosok Vino dalam kehidupanku.
“Tadi dia kasih aku itu. Katanya coklat bisa menenangkan jiwa kita. Aku awalnya marah banget sama kamu Kay. Kamu nggak cerita apa-apa sama aku tentang Vino, eh, ternyata kamu selama ini punya rencana mempertemukan aku dengan Vino. Aku benar-benar terkejut melihat kehadiran Vino. Akhirnya aku tahu, selama ini dia pindah sekolah karena mamanya harus di rawat di rumah sakit Jakarta. Apa selama ini aku sungguh egois?” ujar aku.
Ya, tadi sebelum Vino benar-benar pergi. Dia menjelaskan alasan kepindahannya. Mamanya terserang penyakit kanker payudara. Apa yang bisa Vino lakukan untuk membuat mamanya kuat selain berada terus di samping beliau yang notabene-nya sebagai single parent. Hanya Vino yang beliau miliki setelah perceraian yang menyakitkan. Vino nggak cukup tega menjadi anak badung dan meninggalkan mamanya sendiri. Aku benar-benar terhanyut suasana. Aku dapat merasakan pedih yang dirasakan oleh Vino. Pasti rasanya hampir sama dengan apa yang aku rasa selama ini. Dia merasa bersalah banget atas apa yang dia lakukan selama ini. Sebagai tanda maaf, dia berikan aku dua batang cokelat delfi.
“Kamu nggak egois, Dew. Saat itu, kamu belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang kamu sudah bisa memahami dia kan? Nih, aku suapin cokelat untuk sahabat aku tersayang,” ujar Kayla sambil menyuapkanku sepotong cokelat. Aku sungguh beruntung memiliki sahabat seperti Kayla. Kekosongan sebagian jiwaku bisa terisi oleh kasih sayang yang diberikan Kayla padaku.
^.^
Hari ini Vino berjanji akan menjemputku pulang sekolah. Kabar baik itu disambut antusias dengan Kayla. Kayla meyakinkan aku bahwa Vino tidak akan seperti yang sudah-sudah. Aku mencoba percaya dengan Vino. Aku juga berharap dia nggak akan seperti waktu lalu yang meninggalkan begitu saja. Sungguh pengalaman yang tidak enak untuk dikenang.
“Eh, itu Vino. Good luck ya Dew sayang,” ujar Kayla memelukku.
“Iya Kay. Doain ya,” ujarku sambil membalas pelukannya.
Aku menghampiri mobil Vino. Dia sudah berdiri di samping mobil kesayangannya. Dia membukakan pintu untuk ku. Sebelum aku benar-benar masuk, aku membalikkan badan untuk melihat Kayla dan melambaikan tangan padanya yang disambut senyuman dan acungan jempol darinya. Aku menghela napas dan masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, kami hanya berdiam diri. Hanya sesekali aku dapat melihat dengan jelas Vino mencuri pandang ke arah ku. Perasaan ini kembali hadir setelah beberapa waktu rapuh dengan orang yang sama.
Vino memberhentikan mobilnya di sebuah food court. Dia membukakan pintu untuk aku dan menggandeng aku masuk ke dalam food court. Aku benar-benar merasa dilindungi oleh pria tampan ini. Dia menggenggam tanganku erat. Sungguh, aku tidak ingin mencoba untuk melepaskannya. Aku benar-benar nyaman berada dalam genggamannya.
Kami duduk sambil menunggu makanan disajikan di meja kami. Tak ada bicara diantar kami. Hanya aku tidak bisa duduk tenang karena Vino menatapku tidak berkedip. Ah, jantungku seolah-olah ingin lari dari sarangnya. Samil bertopang dagu, Vino menatapku. Sudah bisa ku tebak, wajahku pasti seperti kepiting rebus. Merah. Tiba-tiba dia mengelus pipiku yang semakin terasa panas.
“Kamu cantik ya. Maafin aku,” ujar Vino yang membuat jiwaku semakin melambung. Aku hanya tersenyum. Benar-benar beku, aku diperlakukan seperti ini. Sederhana yang membuat aku melayang hingga ke langit ke tujuh.
Tiba-tiba handphone-nya berdering. Aku kaget, jangan! Aku mohon jangan lagi. Aku mohon!!! Jangan tinggalin aku sendiri seperti saat itu. Aku sudah panas dingin.
“Maaf, Dew. Aku benar-benar minta maaf. Mama lagi butuh aku saat ini. Semoga kamu mengerti aku,” ujar Vino.
Lagi??? Ingin rasanya aku menangis. Tapi, aku tahan. Dia punya alasan yang jelas. Alangkah egoisnya aku jika menahan kepergiannya.
“Nggak apa-apa, Vin. Mama mu lebih membutuhkan kamu daripada aku. Jaga mamamu ya. Salam dari aku. Semoga cepat sembuh,” ujar aku mencoba tersenyum.
Dia mengelus rambutku dan dia pergi meninggalkan aku. Aku hanya duduk terpaku. Tidak tau apa yang harus aku lakukan. Makanan sudah disajikan, tapi, aku enggan untuk menyantapnya. Tanpa aku sadari, mata ini sudah banjir dengan airmata. Aku taruh wajahku di meja. Tak peduli banyak tatapan mata menatapku dengan penuh tanya.
Aku melangkahkan kaki dengan gontai meninggalkan food court ini. Terserah apapun orang-orang mau menatap aku seperti apa. Aku sudah tidak perduli. Wajah ini terasa lengket karena airmata yang jatuh tidak tertahan. Kayla aku telpon nomornya tidak aktif. Mungkin dia sedang tidur siang. Kebiasaan dia, pulang sekolah pasti tidur siang. Aku berjalan menuju halte. Aku duduk di halte persis orang gila. Tiba-tiba, aku menangkap bayangan yang aku kenal dari seberang halte. Aku segera mendekati dia –seseorang di seberang jalan– dengan tergesa-gesa.
“Vino???” tanya aku kaget. Ternyata benar dugaanku.
“Kay?”
Aku semakin kaget. Atas apa yang aku lihat. Kayla dan Vino? Hebat!!!
“Jadi? Ini mama kamu, Vin? Jadi, Kay ini yang kamu sebut mama?” tanyaku pada Vino geram. Aku dapat melihat wajah kaget dari mereka. Benar-benar kaget.
“Hebat Kay! Kamu seolah peduli sama aku. Kamu seolah sayang sama aku. Ternyata, kamu nggak lebih dari sampah!!! Busuk! Benar-benar nggak nyangka. Kayla yang nasehatin aku, menguatkan aku, ternyata, cih!” ujar aku geram. Aku nggak habis pikir. Kayla dapat melakukan ini.
“Dan buat kamu Vin. Kamu ternyata nggak lebih menjijikan dari bangkai! Kamu bisa berbohong dengan atas nama mamamu sendiri? Wow! Sungguh keren! Semoga mamamu selalu baik-baik saja.Terima kasih atas semuanya,” ujar aku membalikan badan.
“Oh, iya satu lagi, Vin,”
Aku menatap Vino dan menampar pipinya serta aku tendang kemaluannya. Aku sungguh-sungguh geram. Kayla segera menarik bajuku. Dia tidak terima Vino aku perlakukan seperti itu.
“Kamu, Dew!!! Sadar aja deh. Kalo Vino nggak pernah memilih kamu. Tapi, aku! Mau tau, kenapa Vino sengaja deketin kamu? Itu hanya karena dia pengen sama aku. Kamu hanya sebagai jembatan. Oke? Tau diri aja deh!” ujar Kayla.
Aku hanya tersenyum mendengar Kayla. Sungguh ingin sekali aku tonjok dirinya.
“Sekarang udah puas, Kay? Akting kamu sungguh bagus! Kamu cocok dari artis. Jagain aja Vino mu itu. Semoga Tuhan mengampuni kesalahan kalian berdua,” ujar aku sambil meninggalkan mereka berdua.
^.^
Malam ini aku kacau banget. Aku benar-benar nggak menyangka Kayla sejahat itu padaku. Dia mempertemukan aku dan Vino ternyata dia! Argh! Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya nggak menyangka saja. Kayla yang aku pikir adalah sahabat yang benar-benar tulus. Aku nggak masalah dengan Vino karena tabiat dia memang seperti itu. Tapi, Kayla? Aku nggak perduli! Sungguh!
Kayla, kenapa kamu jahat banget sama aku? Aku pikir, aku sudah menemukan teman dimana aku bisa berbagi. Hebat! Orang tua tidak pernah di rumah, sahabat mengkhianati aku, siapa lagi yang akan membuat hidupku semakin terpuruk? Siapa? Semoga jangan bi Inem. Aku nggak ingin. Kesepian ini memang sudah menjadi temanku. Sungguh ironi sekali hidupku ini. Kapan aku bisa merasakan bahagia?
Aku mendekap wajahku dengan bantal. Mencoba melupakan apa yang telah terjadi. Tapi, yang terjadi malah bayangan Kayla dan Vino muncul bergantian. Aku berteriak hingga bi Inem mengetuk kamar ku. Tapi, aku abaikan ketukan dari bi Inem. Siapa yang bisa aku percaya saat ini? Nggak ada!!! Aku berharap waktu cepat berlalu. Aku menatap nanar sekeliling kamarku. Apakah disekitar sini masih ada jiwa pengkhianat? Hidup ini begitu keras dan penuh dengan kemunafikan. Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur untuk kesekian kalinya. Aku mencoba berpikir realita. Yah, keadaannya seperti ini. Ayolah, Dew! Sadar! Jangan patah semangat! Aku mencoba menjernihkan pikiranku. Ini kenyatannya. Kayla dan Vino adalah dua makhluk Tuhan yang dipenuhi jiwa hitam. Bisa dibilang sebagai master pengkhianat.
Aku segera menutup lembar kehidupan yang cacat ini dan akan membuka lembar kehidupan baru yang akan diisi dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Aku percaya suatu saat Tuhan membawakan orang-orang yang akan membuat diriku merasakan arti cinta sesungguhnya. Aku anggap, pengalaman aku dengan kedua makhluk itu hanya sekedar menjadi pembelajaran. Sehingga ke depannya bisa lebih selektif lagi. Aku menghela napas dan tersenyum, aku yakin suatu saat, aku akan dikelilingi oleh mereka yang menyayangi aku setulus hati mereka.
Goodbye Kayla dan Vino. Terima kasih sudah menjadi pelengkap cerita dikehidupan ku. Tanpa kalian, aku tidak akan pernah tahu bagaimana rasa sakitnya dikhianati. Semoga kalian lekas sadar dan kembali kepada jalan yang benar.
Aku adalah Dew. Akan meneruskan perjalanan hidup dengan jiwa yang lebih kuat lagi. Pengkhianatan mereka membuat aku menjadi lebih tegar dalam menjalani hidup. Hidup ini Cuma sekali, aku nggak mau terlalu terpuruk akan masalah basi seperti ini. Hidupku akan lebih baik ke depannya. Aku percaya. Terima kasih semuanya J
TAMAT

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar