Tenggelam dalam
indah cintanya membuat aku tidak bisa berkutik dan berpaling ke gadis lain. Aku
yakin, Vera telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas di Australia .
Tenggelam dalam rona kasih suci membuat aku tidak bisa melupakan dia
sedikitpun. Aku dan Vera benar-benar sudah tidak pernah berhubungan. Lewat surat maupun lewat email.
Aku hanya berharap dia tidak pernah melupakanku.
Aku sudah hampir
setahun sekolah di SMA Global Pertama dan tidak mengambil beasiswa yang pernah
aku pilih bersama Vera sebelumnya. Aku tidak ingin meninggalkan Lampung begitu
saja. Aku akan terus menunggu kehadiran Vera hingga dia benar-benar tidak
datang. Tapi, aku selalu yakin bahwa dia akan segera kembali. Aku tidak begitu
bergairah dalam menjalani masa SMA-ku. Aku tidak seantusias dulu. Aku cenderung
menjadi anak pendiam dan tak seorangpun berada di sampingku menjadi teman.
Mereka terlalu lelah untuk bergabung bersama mereka. Berbagai cara telah mereka lakukan supaya dapat berteman
denganku tapi tidak berhasil dan semua itu membuat mereka merasa jera.
\(^.^)/
Tidak ada
bedanya waktu demi waktu yang aku lalui dan seperti biasa aku pulang sekolah
selalu naik angkot dan harus melewati jembatan penyeberangan untuk memudahkan
aku menyeberang. Aku terus berjalan menatap jalan yang sedikit sesak dengan
kendaraan bermotor dan orang-orang lalu lalang karena sekarang adalah jam
pulang bagi semua sekolah. Jadi, jalan padat merayap.
Aku sedikit
tersentak melihat seseorang yang berjalan tak jauh dariku. Aku sedikit ragu
dengan apa yang aku lihat. Rambut hitam panjang yang ikal dengan menggunakan
bando yang pernah aku lihat sebelumnya. Aku memicingkan mataku supaya dapat
melihat dengan jelas. Aku segera memperpanjang langkahku supaya dapat
menjangkaunya. Aku yakin itu pasti dia. Tapi, apakah benar itu dia? Apa ini
hanya sebuah ilusi karena aku begitu merindukannya? Aku terus berjalan dan dia
menoleh kepadaku. VERA! Iya, itu Vera.
“Vera!!!” Seruku
sambil sedikit berlari.
Dia sadar akan
kehadiranku dan dia berlari menjauhi. Vera? Apakah dia lupa denganku? Mengapa
dia menjauh? Aku terus mengejar Vera.
“Vera! Tunggu!
Ini aku, Mario!” teriakku berharap dia mendengar dan segera menghentikan
langkahnya.
Semua orang yang
berada di sekitar jembatan penyeberangan melihatku heran. Tapi, aku tidak
memperdulikan tatapan itu. Aku hanya memperdulikan Vera. Aku terus berlari
hingga menabrak tukang buah yang berada disisi jalan hingga membuat aku
kehilangan jejak Vera. Aku menghela napas pasrah. Aku yakin itu bukan ilusi
semata. Dia beneran Vera yang selama ini aku cari. Dia adalah Vera yang membuat
aku tenggelam akan pesonanya. Dia adalah Vera yang aku rindukan kehadirannya.
Tapi, mengapa dia tidak berhenti ketika aku menyebut namanya?
Aku kembali
meneruskan jalan pulang. Pikiran tentang Vera membuat aku tidak fokus dengan
angkot yang aku tumpangi. Hingga sebanyak dua kali, aku mengalami salah naik
angkot. Aduh, Vera kamu kenapa menghindar
dariku? Apakah kamu tidak merindukanku? Pikiranku terus melayang. Aku sudah
sampai di perumahan. Aku sengaja melewati depan rumah Vera yang dulu ia
tinggali sebelum pergi ke Australia .
Aku berharap, aku dapat melihatnya disana. Jantungku berdegup kencang ketika
menerka-nerka apakah ada Vera atau tidak. Semakin berdegup kencang ketika
beberapa langkah lagi menjangkau rumah Vera. Dan hasilnya NIHIL! Keadaan rumah
Vera tetap sepi. Apakah dia pindah rumah? Hatiku terus bertanya-tanya. Otakku
terus mencari akal. Aku harus tahu dimana dia sekolah dan tempat tinggalnya.
Tapi, dari seragam yang ia kenakan adalah seragam SMA Tirta International.
\(^.^)/
Aku sudah
menunggu tidak jauh dari gerbang SMA Tirta International. Aku berharap aku
bertemu dengan Vera disini. Aku yakin! Sebelum aku bertemu Vera, aku akan
bertanya kepada beberapa siswa SMA Tirta International untuk memastikan bahwa
Vera benar-benar sekolah disini.
“Hei, maaf,
kenal sama Vera nggak? Dia anak baru. Rambutnya panjang…” ujarku tanpa
melanjutkan perkataanku karena orang yang aku ajak bicara meninggalkanku begitu
saja.
“Kenal sama
Vera?” tanyaku pada seorang cewek.
“Ini Vera,”
jawabnya sambil menunjuk ke cewek gendut yang berada di sebelahnya. Jelas saja
itu bukan Vera yang aku maksud. Aku segera meninggalkan kedua cewek itu.
“Maaf, kalian
kenal Alvera Indira nggak? Dia baru pindah dari Australia ,” tanyaku pada
segerombolan cewek.
Mereka saling
tatap penuh tanda tanya dan serempak bilang tidak kenal. Aku hampir frustasi
mendengar bahwa tidak ada satupun yang kenal dengan Vera. Mungkinkah kemarin
hanya ilusiku semata? Aku rasa itu hanya ilusi. Segera aku meninggalkan sekolah
ini. Tapi, ketika aku ingin melangkahkan kaki meninggalkan sekolah mewah ini,
aku seorang cewek menghampiriku. Dia adalah Vera! VERA! Mataku terbelalak.
Akhirnya, dia sadar bahwa kemarin adalah aku yang mengejar dia.
“Hai, Mario. Apa
kabar?” tanya Vera setelah berada tepat di depanku.
“Hai, Ve. Aku
baik. Aku senang akhirnya kamu kembali juga. Aku sungguh senang,” ujarku
sedikit salah tingkah.
Aku merasa
sedikit risih ketika banyak pasang mata menatapku heran. Ya, aku tahu, aku hanya
seorang cowok biasa saja bahkan bisa dikatakan tidak tampan. Berbeda dengan
Vera yang cantik. Tapi, apa cowok sepertiku tidak boleh dekat dengan cewek
cantik seperti Vera? Peduli amat! Aku abaikan tatapan heran itu dan tetap
berbicara dengan Vera yang aku rindukan.
“Vera, kemarin
mengapa kamu lari? Apa kamu nggak liat aku? Atau kamu lupa aku?” tanyaku
penasaran.
Vera tidak
menanggapi apa yang aku tanya. Dia hanya menggandeng tanganku erat. Aku dapat
merasakan lembut dan dingin tangannya. Tapi, aku menikmati semuanya.
“Mau nggak kita
foto bersama? Aku kangen kamu. Terus kita maen di timezone. Mau ya,” ujarnya
manja seperti biasa. Vera yang aku kenal.
Aku mengangguk
tanda menerima tawarannya. Dia sungguh bersemangat.
Aku dan Vera
mengunjungi Mall Kartini. Lagi-lagi semua mata menatap kami haren. Apa yang
salah dengan kami? Bisakah jangan urusi masalah orang lain? Aku tidak peduli.
Sepertinya Vera juga tidak memperdulikan tatapan aneh dari orang-orang yang
melihat ke kami. Kami langsung meluncur ke lantai empat. Lumayan ramai juga.
Jadi, kami sedikit mengantri untuk mendapat giliran. Kami saling berbicara dan
mengatakan saling rindu. Aku menatap mata Vera. Mengapa sungguh sayu? Apakah
dia sakit? Tidak sempat aku bertanya, giliran kami dipanggil. Semua mata terus
menatap kami penuh tanya. Kami tidak peduli. Kami memasuki bilik yang sudah
disediakan dan kami segera berpose sesuka kami. Dan selesai. Hasil cetakan
telah jadi dan wajah Vera terlihat lucu disana. Tapi, mengapa agak samar? Tetap
saja wajah Vera terlihat menggemaskan dengan pipinya yang digembungkan. Dan
kemudian kami ke timezone untuk bermain. Semua mata tetap menatap kami dengan
wajah bingung. Aku beneran kesal. Tapi, aku tahan.
“Pulang yok. Aku
capek. Udah waktunya aku pulang,” ujar Vera.
“Baiklah,”
“Kamu pulang
sendiri ya, Rio . Sudah ada yang menjemputku.
Terima kasih untuk hari ini. Aku pasti merindukannya. Hati-hati ya, Rio ,” ujar Vera meninggalkanku.
“Eh, sebentar!
Siapa yang menjemputmu?” tanyaku setengah berteriak karena dia sudah agak jauh
dariku berdiri. Dia hanya menatapku dan kemudian tersenyum. Manis. Aku hanya
menatap punggung Vera hingga tidak terlihat lagi. Aku berjalan pulang dengan
rasa penasaran luar biasa. Siapa yang menjemput Vera? Apakah kekasihnya?
\(^.^)/
“Mario? Darimana
kamu?” tanya mamaku ketika aku baru sampai rumah. Tumben mamaku bertanya.
“Dari maen, Ma.
Sama Vera. Vera udah balik ke Lampung ternyata lho, Ma,” ujarku sambil
menghempaskan tubuhku ke sofa.
“Vera?” tanya
papa dan mamaku serentak.
Apa-apaan nih?
Mengapa kompak begitu? Apakah ada paduan suara?
“Baca ini!” ujar
papaku sambil menyerahkan sebuah kertas. Aku mengerutkan keningku.
Date: 13 Maret 2011
Selamat siang, Pak Burhan. Saya ingin
mengabari hal penting. Anak saya, Vera, selama ini mengalami penyakit kanker
otak. Oleh sebab itu, mengapa saya bawa dia ke Australia . Ini semua untuk
menjalani pengobatan. Kami sudah membawa Vera ke pengobatan radiasi bahkan
kemoterapi. Tapi, tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Akhirnya, kemarin
kami melakukan operasi pengangkatan kanker otak. Dan ternyata, pagi ini pukul
06.00 waktu Australia
dia dinyatakan meninggal. Tolong beritahu Mario akan kejadian ini. Saya juga
memberikan sebuah tulisan tangan yang dibuat Vera sebelum menjalankan operasi.
Saya sudah melakukan scan tulisan Vera. Maaf, saya hanya bisa mengabari lewat
email. Terima kasih. Mohon doa untuk anak saya.
Aku sedikit
kaget membaca email dari om Alex. Bagaimana bisa ini terjadi? Sedangkan
beberapa jam ke belakang, aku sedang jalan dengan Vera. Dan foto ini jadi
buktinya.
“Ma, Pa. Vera nggak
meninggal. Tadi, aku dan Vera ke Mall Kartini. Kalau kalian tidak percaya lihat
foto ini,” ujarku sambil menggeledah isi tasku mencari foto tadi.
Dan aku
memberikan kepada mama dan papaku.
“Hanya ada foto
kamu sendiri, Mario,” ujar mamaku.
Aku rada kesal
dan aku raih salah satu foto yang ada di tangan Mama. Oh, Tuhan! Benar saja difoto
itu hanya ada aku yang sedang berpose dengan imutnya. Kemana Vera? Pantas saja
tadi orang-orang di SMA Tirta International dan Mall kartini melihat aku dengan
tatapan heran dan bingung. Ternyata itu bukan karena melihat aku dan Vera yang
begitu kontras. Tapi, mereka melihat aku berbicara sendiri. Jadi, maksud Vera
tadi di Mall Kartini dia merasa capek dan ingin pulang. Ternyata dia pulang ke
sisiNya. Dan masalah dia dijemput. Ternyata dia dijemput oleh malaikat Izrail.
Aku terduduk lemas. Aku tidak bisa menerima berita ini. Otakku tidak dapat
mencerna setiap bagian ceritanya. Apakah ini hanya ilusi atau keajaiban Maha
Kuasa? Aku tidak mengerti. Aku putuskan segera membaca kertas tulisan Vera yang
telah di scan oleh om Alex.
Dear Mario,
Apa kabar, Mario? Aku harap kamu
baik-baik saja disana. Aku juga baik-baik saja kok disini. Aku sangat
merindukanmu. Aku besok akan operasi kanker otak. Hufb, aku berharap bisa
menghabiskan waktu bersamamu sebelum operasi. Tapi, semua itu tidak bisa kita
lakukan dan aku sadar jarak yang memisahkan kita. Mario, terima kasih sudah
membuat hidupku menjadi lebih indah. Terima kasih sudah mengajarkan aku arti
kerja keras. Jauh di dasar hatiku, aku sungguh menyayangimu. Aku harap kamu
juga menyayangi aku. Udah dulu ya Mario. Aku harus istirahat untuk operasi
besok. Bye
Yours, Vera
Aku benar-benar merasa sesak luar
biasa. Aku belum sempat mengatakan aku sungguh menyayanginya dia sudah tidak
ada. Aku juga ingin mengatakan bahwa karenanya hidupku terasa indah dan
berarti. Aku percaya ini adalah keajaiban Tuhan. Kejadian hari ini yang sulit
dipercaya adalah keajaiban Tuhan. Ntah, yang berjalan dengan aku adalah ilusiku
tentang Vera atau bahkan arwah Vera, aku tidak tahu. Yang aku tahu, dia telah
menghabiskan detik terakhirnya bersamaku. Aku percaya dia tenang disana. Walau
hati ini sangat sedih mendengar berita ini, tapi, aku yakin Tuhan memiliki
rencana yang lebih indah. Aku hanya berharap dapat memiliki Vera seutuhnya di
surga nanti.
Bagaimanapun, aku telah tenggelam
dalam kehangatan hembusan cinta yang terpancar di tatapan matanya. Selamat
jalan Vera. Tenanglah disisiNya. Aku sungguh menyayangimu walau aku belum
sempat berkata.
0 komentar:
Posting Komentar