Pages



Jumat, 23 Maret 2012

Tenggelam (Part II)


Tenggelam dalam indah cintanya membuat aku tidak bisa berkutik dan berpaling ke gadis lain. Aku yakin, Vera telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas di Australia. Tenggelam dalam rona kasih suci membuat aku tidak bisa melupakan dia sedikitpun. Aku dan Vera benar-benar sudah tidak pernah berhubungan. Lewat surat maupun lewat email. Aku hanya berharap dia tidak pernah melupakanku.
Aku sudah hampir setahun sekolah di SMA Global Pertama dan tidak mengambil beasiswa yang pernah aku pilih bersama Vera sebelumnya. Aku tidak ingin meninggalkan Lampung begitu saja. Aku akan terus menunggu kehadiran Vera hingga dia benar-benar tidak datang. Tapi, aku selalu yakin bahwa dia akan segera kembali. Aku tidak begitu bergairah dalam menjalani masa SMA-ku. Aku tidak seantusias dulu. Aku cenderung menjadi anak pendiam dan tak seorangpun berada di sampingku menjadi teman. Mereka terlalu lelah untuk bergabung bersama mereka. Berbagai cara  telah mereka lakukan supaya dapat berteman denganku tapi tidak berhasil dan semua itu membuat mereka merasa jera.
\(^.^)/
Tidak ada bedanya waktu demi waktu yang aku lalui dan seperti biasa aku pulang sekolah selalu naik angkot dan harus melewati jembatan penyeberangan untuk memudahkan aku menyeberang. Aku terus berjalan menatap jalan yang sedikit sesak dengan kendaraan bermotor dan orang-orang lalu lalang karena sekarang adalah jam pulang bagi semua sekolah. Jadi, jalan padat merayap.
Aku sedikit tersentak melihat seseorang yang berjalan tak jauh dariku. Aku sedikit ragu dengan apa yang aku lihat. Rambut hitam panjang yang ikal dengan menggunakan bando yang pernah aku lihat sebelumnya. Aku memicingkan mataku supaya dapat melihat dengan jelas. Aku segera memperpanjang langkahku supaya dapat menjangkaunya. Aku yakin itu pasti dia. Tapi, apakah benar itu dia? Apa ini hanya sebuah ilusi karena aku begitu merindukannya? Aku terus berjalan dan dia menoleh kepadaku. VERA! Iya, itu Vera.
“Vera!!!” Seruku sambil sedikit berlari.
Dia sadar akan kehadiranku dan dia berlari menjauhi. Vera? Apakah dia lupa denganku? Mengapa dia menjauh? Aku terus mengejar Vera.
“Vera! Tunggu! Ini aku, Mario!” teriakku berharap dia mendengar dan segera menghentikan langkahnya.
Semua orang yang berada di sekitar jembatan penyeberangan melihatku heran. Tapi, aku tidak memperdulikan tatapan itu. Aku hanya memperdulikan Vera. Aku terus berlari hingga menabrak tukang buah yang berada disisi jalan hingga membuat aku kehilangan jejak Vera. Aku menghela napas pasrah. Aku yakin itu bukan ilusi semata. Dia beneran Vera yang selama ini aku cari. Dia adalah Vera yang membuat aku tenggelam akan pesonanya. Dia adalah Vera yang aku rindukan kehadirannya. Tapi, mengapa dia tidak berhenti ketika aku menyebut namanya?
Aku kembali meneruskan jalan pulang. Pikiran tentang Vera membuat aku tidak fokus dengan angkot yang aku tumpangi. Hingga sebanyak dua kali, aku mengalami salah naik angkot. Aduh, Vera kamu kenapa menghindar dariku? Apakah kamu tidak merindukanku? Pikiranku terus melayang. Aku sudah sampai di perumahan. Aku sengaja melewati depan rumah Vera yang dulu ia tinggali sebelum pergi ke Australia. Aku berharap, aku dapat melihatnya disana. Jantungku berdegup kencang ketika menerka-nerka apakah ada Vera atau tidak. Semakin berdegup kencang ketika beberapa langkah lagi menjangkau rumah Vera. Dan hasilnya NIHIL! Keadaan rumah Vera tetap sepi. Apakah dia pindah rumah? Hatiku terus bertanya-tanya. Otakku terus mencari akal. Aku harus tahu dimana dia sekolah dan tempat tinggalnya. Tapi, dari seragam yang ia kenakan adalah seragam SMA Tirta International.
\(^.^)/
Aku sudah menunggu tidak jauh dari gerbang SMA Tirta International. Aku berharap aku bertemu dengan Vera disini. Aku yakin! Sebelum aku bertemu Vera, aku akan bertanya kepada beberapa siswa SMA Tirta International untuk memastikan bahwa Vera benar-benar sekolah disini.
“Hei, maaf, kenal sama Vera nggak? Dia anak baru. Rambutnya panjang…” ujarku tanpa melanjutkan perkataanku karena orang yang aku ajak bicara meninggalkanku begitu saja.
“Kenal sama Vera?” tanyaku pada seorang cewek.
“Ini Vera,” jawabnya sambil menunjuk ke cewek gendut yang berada di sebelahnya. Jelas saja itu bukan Vera yang aku maksud. Aku segera meninggalkan kedua cewek itu.
“Maaf, kalian kenal Alvera Indira nggak? Dia baru pindah dari Australia,” tanyaku pada segerombolan cewek.
Mereka saling tatap penuh tanda tanya dan serempak bilang tidak kenal. Aku hampir frustasi mendengar bahwa tidak ada satupun yang kenal dengan Vera. Mungkinkah kemarin hanya ilusiku semata? Aku rasa itu hanya ilusi. Segera aku meninggalkan sekolah ini. Tapi, ketika aku ingin melangkahkan kaki meninggalkan sekolah mewah ini, aku seorang cewek menghampiriku. Dia adalah Vera! VERA! Mataku terbelalak. Akhirnya, dia sadar bahwa kemarin adalah aku yang mengejar dia.
“Hai, Mario. Apa kabar?” tanya Vera setelah berada tepat di depanku.
“Hai, Ve. Aku baik. Aku senang akhirnya kamu kembali juga. Aku sungguh senang,” ujarku sedikit salah tingkah.
Aku merasa sedikit risih ketika banyak pasang mata menatapku heran. Ya, aku tahu, aku hanya seorang cowok biasa saja bahkan bisa dikatakan tidak tampan. Berbeda dengan Vera yang cantik. Tapi, apa cowok sepertiku tidak boleh dekat dengan cewek cantik seperti Vera? Peduli amat! Aku abaikan tatapan heran itu dan tetap berbicara dengan Vera yang aku rindukan.
“Vera, kemarin mengapa kamu lari? Apa kamu nggak liat aku? Atau kamu lupa aku?” tanyaku penasaran.
Vera tidak menanggapi apa yang aku tanya. Dia hanya menggandeng tanganku erat. Aku dapat merasakan lembut dan dingin tangannya. Tapi, aku menikmati semuanya.
“Mau nggak kita foto bersama? Aku kangen kamu. Terus kita maen di timezone. Mau ya,” ujarnya manja seperti biasa. Vera yang aku kenal.
Aku mengangguk tanda menerima tawarannya. Dia sungguh bersemangat.
Aku dan Vera mengunjungi Mall Kartini. Lagi-lagi semua mata menatap kami haren. Apa yang salah dengan kami? Bisakah jangan urusi masalah orang lain? Aku tidak peduli. Sepertinya Vera juga tidak memperdulikan tatapan aneh dari orang-orang yang melihat ke kami. Kami langsung meluncur ke lantai empat. Lumayan ramai juga. Jadi, kami sedikit mengantri untuk mendapat giliran. Kami saling berbicara dan mengatakan saling rindu. Aku menatap mata Vera. Mengapa sungguh sayu? Apakah dia sakit? Tidak sempat aku bertanya, giliran kami dipanggil. Semua mata terus menatap kami penuh tanya. Kami tidak peduli. Kami memasuki bilik yang sudah disediakan dan kami segera berpose sesuka kami. Dan selesai. Hasil cetakan telah jadi dan wajah Vera terlihat lucu disana. Tapi, mengapa agak samar? Tetap saja wajah Vera terlihat menggemaskan dengan pipinya yang digembungkan. Dan kemudian kami ke timezone untuk bermain. Semua mata tetap menatap kami dengan wajah bingung. Aku beneran kesal. Tapi, aku tahan.
“Pulang yok. Aku capek. Udah waktunya aku pulang,” ujar Vera.
“Baiklah,”
“Kamu pulang sendiri ya, Rio. Sudah ada yang menjemputku. Terima kasih untuk hari ini. Aku pasti merindukannya. Hati-hati ya, Rio,” ujar Vera meninggalkanku.
“Eh, sebentar! Siapa yang menjemputmu?” tanyaku setengah berteriak karena dia sudah agak jauh dariku berdiri. Dia hanya menatapku dan kemudian tersenyum. Manis. Aku hanya menatap punggung Vera hingga tidak terlihat lagi. Aku berjalan pulang dengan rasa penasaran luar biasa. Siapa yang menjemput Vera? Apakah kekasihnya?
\(^.^)/
“Mario? Darimana kamu?” tanya mamaku ketika aku baru sampai rumah. Tumben mamaku bertanya.
“Dari maen, Ma. Sama Vera. Vera udah balik ke Lampung ternyata lho, Ma,” ujarku sambil menghempaskan tubuhku ke sofa.
“Vera?” tanya papa dan mamaku serentak.
Apa-apaan nih? Mengapa kompak begitu? Apakah ada paduan suara?
“Baca ini!” ujar papaku sambil menyerahkan sebuah kertas. Aku mengerutkan keningku.
Date: 13 Maret 2011
Selamat siang, Pak Burhan. Saya ingin mengabari hal penting. Anak saya, Vera, selama ini mengalami penyakit kanker otak. Oleh sebab itu, mengapa saya bawa dia ke Australia. Ini semua untuk menjalani pengobatan. Kami sudah membawa Vera ke pengobatan radiasi bahkan kemoterapi. Tapi, tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Akhirnya, kemarin kami melakukan operasi pengangkatan kanker otak. Dan ternyata, pagi ini pukul 06.00 waktu Australia dia dinyatakan meninggal. Tolong beritahu Mario akan kejadian ini. Saya juga memberikan sebuah tulisan tangan yang dibuat Vera sebelum menjalankan operasi. Saya sudah melakukan scan tulisan Vera. Maaf, saya hanya bisa mengabari lewat email. Terima kasih. Mohon doa untuk anak saya.
Aku sedikit kaget membaca email dari om Alex. Bagaimana bisa ini terjadi? Sedangkan beberapa jam ke belakang, aku sedang jalan dengan Vera. Dan foto ini jadi buktinya.
“Ma, Pa. Vera nggak meninggal. Tadi, aku dan Vera ke Mall Kartini. Kalau kalian tidak percaya lihat foto ini,” ujarku sambil menggeledah isi tasku mencari foto tadi.
Dan aku memberikan kepada mama dan papaku.
“Hanya ada foto kamu sendiri, Mario,” ujar mamaku.
Aku rada kesal dan aku raih salah satu foto yang ada di tangan Mama. Oh, Tuhan! Benar saja difoto itu hanya ada aku yang sedang berpose dengan imutnya. Kemana Vera? Pantas saja tadi orang-orang di SMA Tirta International dan Mall kartini melihat aku dengan tatapan heran dan bingung. Ternyata itu bukan karena melihat aku dan Vera yang begitu kontras. Tapi, mereka melihat aku berbicara sendiri. Jadi, maksud Vera tadi di Mall Kartini dia merasa capek dan ingin pulang. Ternyata dia pulang ke sisiNya. Dan masalah dia dijemput. Ternyata dia dijemput oleh malaikat Izrail. Aku terduduk lemas. Aku tidak bisa menerima berita ini. Otakku tidak dapat mencerna setiap bagian ceritanya. Apakah ini hanya ilusi atau keajaiban Maha Kuasa? Aku tidak mengerti. Aku putuskan segera membaca kertas tulisan Vera yang telah di scan oleh om Alex.
Dear Mario,
Apa kabar, Mario? Aku harap kamu baik-baik saja disana. Aku juga baik-baik saja kok disini. Aku sangat merindukanmu. Aku besok akan operasi kanker otak. Hufb, aku berharap bisa menghabiskan waktu bersamamu sebelum operasi. Tapi, semua itu tidak bisa kita lakukan dan aku sadar jarak yang memisahkan kita. Mario, terima kasih sudah membuat hidupku menjadi lebih indah. Terima kasih sudah mengajarkan aku arti kerja keras. Jauh di dasar hatiku, aku sungguh menyayangimu. Aku harap kamu juga menyayangi aku. Udah dulu ya Mario. Aku harus istirahat untuk operasi besok. Bye
Yours, Vera
Aku benar-benar merasa sesak luar biasa. Aku belum sempat mengatakan aku sungguh menyayanginya dia sudah tidak ada. Aku juga ingin mengatakan bahwa karenanya hidupku terasa indah dan berarti. Aku percaya ini adalah keajaiban Tuhan. Kejadian hari ini yang sulit dipercaya adalah keajaiban Tuhan. Ntah, yang berjalan dengan aku adalah ilusiku tentang Vera atau bahkan arwah Vera, aku tidak tahu. Yang aku tahu, dia telah menghabiskan detik terakhirnya bersamaku. Aku percaya dia tenang disana. Walau hati ini sangat sedih mendengar berita ini, tapi, aku yakin Tuhan memiliki rencana yang lebih indah. Aku hanya berharap dapat memiliki Vera seutuhnya di surga nanti.
Bagaimanapun, aku telah tenggelam dalam kehangatan hembusan cinta yang terpancar di tatapan matanya. Selamat jalan Vera. Tenanglah disisiNya. Aku sungguh menyayangimu walau aku belum sempat berkata.  

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar