Pages



Sabtu, 24 Maret 2012

Everything About Me

Hai, blogger :)
Postingan aku sudah lumayan banyak, kan? Tapi, aku masih saja belum memberitahu secara terperinci siapa aku sebenarnya. Pada mau tahu nggak siapa aku sebenarnya? Oh, tentu saja ingin tahu! Okelah, cekidot :)
Mungkin orang-orang sudah mengenal siapa aku. Jelas saja dong, aku kan temannya kambing pak lurah yang kemarin ditemukan di tong sampah sambil melambaikan bendera putih. Ya, benar! Aku adalah Biacocolate atau ENCOK yang bernama lengkap Fabia Yolana Jeni. Sungguh absurd tapi nyata. Ya, nikmati saja, ya, pemirsah :)
Apa sih arti dari namaku ini?
Apakah kalian ingin mengetahuinya? Jika iya, maka, aku ucapkan "Selamat Kalian Masuk di Acara Absurd Banget!"
Ya, gimana nggak absur coba? Makna dari namaku itu benar-benar absurd bin aneh. Baiklah, jika kalian memaksa. Berikut makna namaku:
Fabia-> Artinya Empat. Aku juga nggak tahu, bahasa darimana yang menyebutkan Fabia itu berarti empat.
Yolana-> Yogya, Lampung, Natar. Wah, yang ini benar-benar absurd tingkat Zeus bersemedi di gorong-gorong. Maksa banget wak! Mentang-mentang aku lahir di Yogya dan kemudian pindah ke Lampung dan daerah yang kami tempati adalah daerah Natar. Buset banget nggak nih? Apa kalian kaget? Ya, walaupun kaget, kalian tetap pengen tahu aku lebih dalam kan? Well, lanjut!
Jeni-> Artinya Juni. Ya, diambil dari bulan Juni karena aku lahir pada bulan Juni.
Jadi, kesimpulannya adalah aku merupakan anak ke-4 yang lahir di Yogya pada bulan Juni dan sekarang tinggal di Lampung tepatnya di daerah Natar. Rempong, bukan?
Kapan aku dilahirkan dan Apa hobi dan kesukaanku?
Aku dilahirkan di Yogya dari rahim mamaku bukan keluar dari batu atau dari timun sekitar 18-19 tahun yang lalu pada tanggal 4 Juni. Aku memiliki hobi yang sangat banyak. Apa saja itu? Hobiku adalah makan-tidur-makan lagi-tidur lagi-makan lagi-tidur lagi-begitu seterusnya. Oleh sebab itu, badanku jadi segede gaban. Kesukaanku adalah cocolate, popokepet (baca: Spongebob Squarepants), dan hape. Hahaha. Ya, begitulah.
Bagaimana sih karakter aku?
Aku merupakan cewek pendiam, lugu, lemah-lembut, dan polos. Tapi, dari penjabaran tersebut, tidak ada satu orangpun yang percaya aku seperti itu. Wah, aku tersungging, pemirsah. Aku kan emang lemah-lembut. Hihi. Apalah, masa teman-temanku mengatai aku sebagai cewek bringasan, preman pasar, jahil, dan grasak-grusuk. Ya, terserah, apapun dan bagaimanapun penjabaran seseorang mengenai aku, aku tetap unyuk dan menggemaskan kok. Udah nggak usah protes! :D
Aku kasih bocoran sedikit tentang aku. Aku sebenarnya cewek rame dan berisik yang sangat ceroboh. Tapi, ada saatnya aku menjadi pendiam. Kapankah itu? Aku menjadi pendiam ketika aku tidak nyaman dengan lingkungan sekitarku. Aku bisa menjadi sangat pendiam. Jadi, kalian bisa menyimpulkan, jika aku berisik berarti aku nyaman dan suka dengan lingkungan sekitar. Tapi, jika aku diam berarti aku tidak nyaman dan cenderung ingin meninggalkan lingkungan tersebut.
Bagaimana sih kehidupanku?
Wah, jika ada yang bertanya "Bagaimana kehidupanku?" aku jadi bingung sendiri. Mengapa? Karena kehidupanku sungguh absurd untuk diceritakan. Sebenarnya, kehidupanku hanya diisi oleh dua kejadian. Apakah itu? Yang pertama adalah kejadian menyedihkan dan yang kedua adalah kejadian memalukan. Sungguh ironi, pemirsah! Ya, begitulah.
Kontak Aku :)
Kalian ingin mengetahui aku lebih lanjut, pemirsah? Jika iya. Kalian bisa hubungi aku di via :
E-mai: yolana.407@gmail.com
YM: biayolanajeni@yahoo.co.id
Fb: Bia Yolana Jeni
Twitter: @biacocolate
Pin BB: Secret :D
No: Hp: Nggak punya hape :D

Sekiranya, hanya ini dulu ya yang aku kasih tahu. Salam kenal semuanya dari blogger amatiran :)
Biacocolate :D
Read More..

Jumat, 23 Maret 2012

Tenggelam (Part II)


Tenggelam dalam indah cintanya membuat aku tidak bisa berkutik dan berpaling ke gadis lain. Aku yakin, Vera telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas di Australia. Tenggelam dalam rona kasih suci membuat aku tidak bisa melupakan dia sedikitpun. Aku dan Vera benar-benar sudah tidak pernah berhubungan. Lewat surat maupun lewat email. Aku hanya berharap dia tidak pernah melupakanku.
Aku sudah hampir setahun sekolah di SMA Global Pertama dan tidak mengambil beasiswa yang pernah aku pilih bersama Vera sebelumnya. Aku tidak ingin meninggalkan Lampung begitu saja. Aku akan terus menunggu kehadiran Vera hingga dia benar-benar tidak datang. Tapi, aku selalu yakin bahwa dia akan segera kembali. Aku tidak begitu bergairah dalam menjalani masa SMA-ku. Aku tidak seantusias dulu. Aku cenderung menjadi anak pendiam dan tak seorangpun berada di sampingku menjadi teman. Mereka terlalu lelah untuk bergabung bersama mereka. Berbagai cara  telah mereka lakukan supaya dapat berteman denganku tapi tidak berhasil dan semua itu membuat mereka merasa jera.
\(^.^)/
Tidak ada bedanya waktu demi waktu yang aku lalui dan seperti biasa aku pulang sekolah selalu naik angkot dan harus melewati jembatan penyeberangan untuk memudahkan aku menyeberang. Aku terus berjalan menatap jalan yang sedikit sesak dengan kendaraan bermotor dan orang-orang lalu lalang karena sekarang adalah jam pulang bagi semua sekolah. Jadi, jalan padat merayap.
Aku sedikit tersentak melihat seseorang yang berjalan tak jauh dariku. Aku sedikit ragu dengan apa yang aku lihat. Rambut hitam panjang yang ikal dengan menggunakan bando yang pernah aku lihat sebelumnya. Aku memicingkan mataku supaya dapat melihat dengan jelas. Aku segera memperpanjang langkahku supaya dapat menjangkaunya. Aku yakin itu pasti dia. Tapi, apakah benar itu dia? Apa ini hanya sebuah ilusi karena aku begitu merindukannya? Aku terus berjalan dan dia menoleh kepadaku. VERA! Iya, itu Vera.
“Vera!!!” Seruku sambil sedikit berlari.
Dia sadar akan kehadiranku dan dia berlari menjauhi. Vera? Apakah dia lupa denganku? Mengapa dia menjauh? Aku terus mengejar Vera.
“Vera! Tunggu! Ini aku, Mario!” teriakku berharap dia mendengar dan segera menghentikan langkahnya.
Semua orang yang berada di sekitar jembatan penyeberangan melihatku heran. Tapi, aku tidak memperdulikan tatapan itu. Aku hanya memperdulikan Vera. Aku terus berlari hingga menabrak tukang buah yang berada disisi jalan hingga membuat aku kehilangan jejak Vera. Aku menghela napas pasrah. Aku yakin itu bukan ilusi semata. Dia beneran Vera yang selama ini aku cari. Dia adalah Vera yang membuat aku tenggelam akan pesonanya. Dia adalah Vera yang aku rindukan kehadirannya. Tapi, mengapa dia tidak berhenti ketika aku menyebut namanya?
Aku kembali meneruskan jalan pulang. Pikiran tentang Vera membuat aku tidak fokus dengan angkot yang aku tumpangi. Hingga sebanyak dua kali, aku mengalami salah naik angkot. Aduh, Vera kamu kenapa menghindar dariku? Apakah kamu tidak merindukanku? Pikiranku terus melayang. Aku sudah sampai di perumahan. Aku sengaja melewati depan rumah Vera yang dulu ia tinggali sebelum pergi ke Australia. Aku berharap, aku dapat melihatnya disana. Jantungku berdegup kencang ketika menerka-nerka apakah ada Vera atau tidak. Semakin berdegup kencang ketika beberapa langkah lagi menjangkau rumah Vera. Dan hasilnya NIHIL! Keadaan rumah Vera tetap sepi. Apakah dia pindah rumah? Hatiku terus bertanya-tanya. Otakku terus mencari akal. Aku harus tahu dimana dia sekolah dan tempat tinggalnya. Tapi, dari seragam yang ia kenakan adalah seragam SMA Tirta International.
\(^.^)/
Aku sudah menunggu tidak jauh dari gerbang SMA Tirta International. Aku berharap aku bertemu dengan Vera disini. Aku yakin! Sebelum aku bertemu Vera, aku akan bertanya kepada beberapa siswa SMA Tirta International untuk memastikan bahwa Vera benar-benar sekolah disini.
“Hei, maaf, kenal sama Vera nggak? Dia anak baru. Rambutnya panjang…” ujarku tanpa melanjutkan perkataanku karena orang yang aku ajak bicara meninggalkanku begitu saja.
“Kenal sama Vera?” tanyaku pada seorang cewek.
“Ini Vera,” jawabnya sambil menunjuk ke cewek gendut yang berada di sebelahnya. Jelas saja itu bukan Vera yang aku maksud. Aku segera meninggalkan kedua cewek itu.
“Maaf, kalian kenal Alvera Indira nggak? Dia baru pindah dari Australia,” tanyaku pada segerombolan cewek.
Mereka saling tatap penuh tanda tanya dan serempak bilang tidak kenal. Aku hampir frustasi mendengar bahwa tidak ada satupun yang kenal dengan Vera. Mungkinkah kemarin hanya ilusiku semata? Aku rasa itu hanya ilusi. Segera aku meninggalkan sekolah ini. Tapi, ketika aku ingin melangkahkan kaki meninggalkan sekolah mewah ini, aku seorang cewek menghampiriku. Dia adalah Vera! VERA! Mataku terbelalak. Akhirnya, dia sadar bahwa kemarin adalah aku yang mengejar dia.
“Hai, Mario. Apa kabar?” tanya Vera setelah berada tepat di depanku.
“Hai, Ve. Aku baik. Aku senang akhirnya kamu kembali juga. Aku sungguh senang,” ujarku sedikit salah tingkah.
Aku merasa sedikit risih ketika banyak pasang mata menatapku heran. Ya, aku tahu, aku hanya seorang cowok biasa saja bahkan bisa dikatakan tidak tampan. Berbeda dengan Vera yang cantik. Tapi, apa cowok sepertiku tidak boleh dekat dengan cewek cantik seperti Vera? Peduli amat! Aku abaikan tatapan heran itu dan tetap berbicara dengan Vera yang aku rindukan.
“Vera, kemarin mengapa kamu lari? Apa kamu nggak liat aku? Atau kamu lupa aku?” tanyaku penasaran.
Vera tidak menanggapi apa yang aku tanya. Dia hanya menggandeng tanganku erat. Aku dapat merasakan lembut dan dingin tangannya. Tapi, aku menikmati semuanya.
“Mau nggak kita foto bersama? Aku kangen kamu. Terus kita maen di timezone. Mau ya,” ujarnya manja seperti biasa. Vera yang aku kenal.
Aku mengangguk tanda menerima tawarannya. Dia sungguh bersemangat.
Aku dan Vera mengunjungi Mall Kartini. Lagi-lagi semua mata menatap kami haren. Apa yang salah dengan kami? Bisakah jangan urusi masalah orang lain? Aku tidak peduli. Sepertinya Vera juga tidak memperdulikan tatapan aneh dari orang-orang yang melihat ke kami. Kami langsung meluncur ke lantai empat. Lumayan ramai juga. Jadi, kami sedikit mengantri untuk mendapat giliran. Kami saling berbicara dan mengatakan saling rindu. Aku menatap mata Vera. Mengapa sungguh sayu? Apakah dia sakit? Tidak sempat aku bertanya, giliran kami dipanggil. Semua mata terus menatap kami penuh tanya. Kami tidak peduli. Kami memasuki bilik yang sudah disediakan dan kami segera berpose sesuka kami. Dan selesai. Hasil cetakan telah jadi dan wajah Vera terlihat lucu disana. Tapi, mengapa agak samar? Tetap saja wajah Vera terlihat menggemaskan dengan pipinya yang digembungkan. Dan kemudian kami ke timezone untuk bermain. Semua mata tetap menatap kami dengan wajah bingung. Aku beneran kesal. Tapi, aku tahan.
“Pulang yok. Aku capek. Udah waktunya aku pulang,” ujar Vera.
“Baiklah,”
“Kamu pulang sendiri ya, Rio. Sudah ada yang menjemputku. Terima kasih untuk hari ini. Aku pasti merindukannya. Hati-hati ya, Rio,” ujar Vera meninggalkanku.
“Eh, sebentar! Siapa yang menjemputmu?” tanyaku setengah berteriak karena dia sudah agak jauh dariku berdiri. Dia hanya menatapku dan kemudian tersenyum. Manis. Aku hanya menatap punggung Vera hingga tidak terlihat lagi. Aku berjalan pulang dengan rasa penasaran luar biasa. Siapa yang menjemput Vera? Apakah kekasihnya?
\(^.^)/
“Mario? Darimana kamu?” tanya mamaku ketika aku baru sampai rumah. Tumben mamaku bertanya.
“Dari maen, Ma. Sama Vera. Vera udah balik ke Lampung ternyata lho, Ma,” ujarku sambil menghempaskan tubuhku ke sofa.
“Vera?” tanya papa dan mamaku serentak.
Apa-apaan nih? Mengapa kompak begitu? Apakah ada paduan suara?
“Baca ini!” ujar papaku sambil menyerahkan sebuah kertas. Aku mengerutkan keningku.
Date: 13 Maret 2011
Selamat siang, Pak Burhan. Saya ingin mengabari hal penting. Anak saya, Vera, selama ini mengalami penyakit kanker otak. Oleh sebab itu, mengapa saya bawa dia ke Australia. Ini semua untuk menjalani pengobatan. Kami sudah membawa Vera ke pengobatan radiasi bahkan kemoterapi. Tapi, tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Akhirnya, kemarin kami melakukan operasi pengangkatan kanker otak. Dan ternyata, pagi ini pukul 06.00 waktu Australia dia dinyatakan meninggal. Tolong beritahu Mario akan kejadian ini. Saya juga memberikan sebuah tulisan tangan yang dibuat Vera sebelum menjalankan operasi. Saya sudah melakukan scan tulisan Vera. Maaf, saya hanya bisa mengabari lewat email. Terima kasih. Mohon doa untuk anak saya.
Aku sedikit kaget membaca email dari om Alex. Bagaimana bisa ini terjadi? Sedangkan beberapa jam ke belakang, aku sedang jalan dengan Vera. Dan foto ini jadi buktinya.
“Ma, Pa. Vera nggak meninggal. Tadi, aku dan Vera ke Mall Kartini. Kalau kalian tidak percaya lihat foto ini,” ujarku sambil menggeledah isi tasku mencari foto tadi.
Dan aku memberikan kepada mama dan papaku.
“Hanya ada foto kamu sendiri, Mario,” ujar mamaku.
Aku rada kesal dan aku raih salah satu foto yang ada di tangan Mama. Oh, Tuhan! Benar saja difoto itu hanya ada aku yang sedang berpose dengan imutnya. Kemana Vera? Pantas saja tadi orang-orang di SMA Tirta International dan Mall kartini melihat aku dengan tatapan heran dan bingung. Ternyata itu bukan karena melihat aku dan Vera yang begitu kontras. Tapi, mereka melihat aku berbicara sendiri. Jadi, maksud Vera tadi di Mall Kartini dia merasa capek dan ingin pulang. Ternyata dia pulang ke sisiNya. Dan masalah dia dijemput. Ternyata dia dijemput oleh malaikat Izrail. Aku terduduk lemas. Aku tidak bisa menerima berita ini. Otakku tidak dapat mencerna setiap bagian ceritanya. Apakah ini hanya ilusi atau keajaiban Maha Kuasa? Aku tidak mengerti. Aku putuskan segera membaca kertas tulisan Vera yang telah di scan oleh om Alex.
Dear Mario,
Apa kabar, Mario? Aku harap kamu baik-baik saja disana. Aku juga baik-baik saja kok disini. Aku sangat merindukanmu. Aku besok akan operasi kanker otak. Hufb, aku berharap bisa menghabiskan waktu bersamamu sebelum operasi. Tapi, semua itu tidak bisa kita lakukan dan aku sadar jarak yang memisahkan kita. Mario, terima kasih sudah membuat hidupku menjadi lebih indah. Terima kasih sudah mengajarkan aku arti kerja keras. Jauh di dasar hatiku, aku sungguh menyayangimu. Aku harap kamu juga menyayangi aku. Udah dulu ya Mario. Aku harus istirahat untuk operasi besok. Bye
Yours, Vera
Aku benar-benar merasa sesak luar biasa. Aku belum sempat mengatakan aku sungguh menyayanginya dia sudah tidak ada. Aku juga ingin mengatakan bahwa karenanya hidupku terasa indah dan berarti. Aku percaya ini adalah keajaiban Tuhan. Kejadian hari ini yang sulit dipercaya adalah keajaiban Tuhan. Ntah, yang berjalan dengan aku adalah ilusiku tentang Vera atau bahkan arwah Vera, aku tidak tahu. Yang aku tahu, dia telah menghabiskan detik terakhirnya bersamaku. Aku percaya dia tenang disana. Walau hati ini sangat sedih mendengar berita ini, tapi, aku yakin Tuhan memiliki rencana yang lebih indah. Aku hanya berharap dapat memiliki Vera seutuhnya di surga nanti.
Bagaimanapun, aku telah tenggelam dalam kehangatan hembusan cinta yang terpancar di tatapan matanya. Selamat jalan Vera. Tenanglah disisiNya. Aku sungguh menyayangimu walau aku belum sempat berkata.  
Read More..

Tenggelam (Part I)


Aku telah tenggelam ke dalam pesona indahnya dirinya. Tapi, aku belum ada keberanian untuk mengakuinya. Tidak mudah bagi siswa SMP menyatakan cinta. Belum pantas. Tapi, gejolak cinta di dadaku semakin deras. Ingin sekali aku menyentuh relung jiwanya. Menggapai setiap kepingan cintanya dan menghangatkan ragaku dengan sinar kasih cintanya. Tapi, itu hanya angan yang tak mungkin pernah terwujud. Aku terlalu takut. Aku telah tenggelam dalam ketakutan. Rasa takut dan rasa ingin memilikinya sama besar. Sungguh. Ketergelamanku ini berubah menjadi keputusasaan yang mendalam dan tidak berkutik sama sekali. Hanya terpaku mengamatinya tanpa berani menjamah cintanya.
"Rio! Ajarin aku nomor dua inilah," ujar seorang cewek membuyarkan lamunanku.
"Eh? Mana yang nggak bisa coba?  Ini mah mudah. Aduh, Vera harus banyak belajar lagi," ujarku pada gadis cantik dihadapanku.
"Ah, Rio aja nggak mau ajarin aku. Susah tahu. Kamu kan pinter. Jadi, semua soal dianggap mudah. Ayo, ajarin aku," ujar Vera manja padaku.
"Iya iya, sini perhatiin aku," ujarku sambil menjelaskan padanya.
Vera, remaja yang penuh dengan keceriaan merupakan teman sekelasku dan tetanggaku. Kami selalu bersama. Berangkat bersama, belajar bersama, dan bercanda bersama. Akibat kebersamaan yang sudah sering terjalin, membuat aku merasa nyaman bersamanya.
Hal yang paling aku senangi saat berjalan dengannya adalah dia menggenggam tanganku selama perjalanan menyusuri jalan kompleks. Aku sungguh tak ingin melepaska genggaman tangan lembutnya. Aku benar-benar tenggelam akan dirinya.
"Udah ngerti?" Tanyaku memastikan Vera.
Vera mengangguk tanda mengerti. Dia tersenyum lebar memamerkan lesung pipi kanannya dan matanya menjadi lebih sipit karena senyumannya. 
Kapan aku punya keberanian mengungkapkannya? Aku sudah hampir 3 tahun bersamanya dan bentar lagi lulus SMP. Tapi, aku benar-benar tidak memiliki keberanian untuk itu. Aku merasa menjadi seorang cowok yang paling pecundang sejagat raya saat ini. Aku pecundang!
\(^.^)/
Sebulan lagi akan dilaksanakan ujian nasional. Waktu bersama antara aku dan Vera semakin sering. Kami sering belajar bareng. Ntah itu di rumahku atau di rumahnya. Kami ingin lulus ujian hasil dari kerja keras kami sendiri sehingga kami belajar mati-matian. Selain ujian nasional sudah di depan mata, hal yang paling penting adalah adanya tes beasiswa untuk melanjutkan SMA ke Jakarta. Aku sungguh berminat. Tentu saja, Vera juga berminat. Kami berdua bertekad akan sekolah disana bersama dengan beasiswa yang kami dapat.
Setiap lika-liku dan kesulitan selalu kami hadang tanpa keraguan dalam hati. Dan aku semakin tenggelam dengan Vera. Aku harus mengatakannya. Tentu saja tidak sekarang, mengingat ujian nasional tinggal menghitung hari lagi. Aku nggak mau membuat pikirannya menjadi bercabang karenaku. Ketika pengumuman kelulusan dan beasiswa diumumkan aku pastikan mengungkapkannya. Percayalah!
Vera sungguh kuatir dengan adanya ujian nasional ini. Dia tidak ingin gagal. Ada rasa ketakutan yang kuat menghantui dirinya. Dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Sama saja, aku juga tidak ingin mengecewakan orang tuaku. Jadi, aku membantu Vera dalam belajar sebelum ujian datang.
Susah!” keluh Vera.
“Mau lulus nggak?” tanyaku.
“Maulah,”
“Kalo mau, ayo, belajar!!!”
Semua mata pelajaran yang di-ujian-nasional-kan kami lahap hingga tak tersisa. Ikat kepala sudah melekat, kami siap membuat benteng-benteng pertahanan untuk perang nanti. Vera juga telah ada kemajuan secara significant. Tapi, kekhawatiran dan ketakutannya masih belum bisa hilang dalam benaknya. Secara materi dia sudah siap untuk bertempur, tapi, secara mental dia masih juah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Dia selalu menggalaukan jika ia tidak bisa menjawab, jika dia lupa rumus, bahkan mengenai pensil palsu. Dia sungguh kuatir. Aku hanya meminta dia untuk berusaha dan berdoa. Kerahkan semua kemampuan kita dan berdoa semoga diberik kelancaran. Dan minta restu kepada orang tua agar hati tenang dalam mengerjakan ujian.
\(^.^)/
"Aaaargh! Akirnya ujian telah selesai! Bebas! Tinggal menunggu pengumuman. Ujian ini membuat aku hampir gila. Lulus nggak ya?" teriak Vera.
Dia kelihatan senang sekali karena ujian telah berakhir. Vera gadis yang lucu dan banyak tanya. Setiap belajar, pasti dia akan bertanya, "siapa sih yang nemuin ujian sekolah, ujian semester, bahkan ujian nasional? Capek nih harus belajar terus!"
Tak jarang aku mengulum senyuman karena pertanyaan anehnya. Dia benar-benar berusaha dalam menghadapi ujian nasional dan pengambilan beasiswa. Dia benar-benar membuktikan bahw dia bukan cewek bodoh yang selalu remedial di kelas. Aku jadi makin tenggelam akan dirinya. Dia ingin berusaha dan tidak patah semangat ketika dia mengalami kesulitan dalam belajar.
"Besok ujian beasiswa, ya, Ri?" Tanya Vera di kantin.
Aku mengangguk sambil meneruskan makan mie ayam Bu Fatimah. Mie ayam yang sangat lezat di sentaro sekolahku. 
"Kalo gitu, hari ini aku tidak akan belajar dan refreshing. Eh, hari ini papaku pulang loh dari meeting-nya. Asyik, pasti bawa oleh-oleh," ujar Vera.
Aku mendengarkan dia dengan seksama. Papanya pulang dari Australia setelah lebih dari sepekan meeting disana. Sedangkan mamanya selalu setia menemani Vera di rumah. 
"Rio, kira-kira aku bisa ngerjain ujian beasiswa besok nggak ya? Aku takut. Aku juga takut nggak lulus," tanya Vera dengan wajah takut.
"Bisa dan pasti lulus!" jawabku segera.
"Kita udah belajar sama-sama selama ini. Kamu pasti bisa mengerjakannya. Kita pasti bisa menembus benteng pertahanan mereka dan kita pasti lulus! Lulus ujian nasional dan beasiswa!" ujarku penuh semangat.
"Aduh, si Rio, ngomongnya seperti kita mau perang aja. Tapi, sungguh aku beneran takut. Aku takut, aku nggak bisa mengerjakannya. Aku takut buat mama papa kecewa,"
"Kita harus all out. Segala ketidakmungkinan pasti akan menjadi kemungkinan jika kita berusaha dan berdoa. Kita harus optimis! Kita kan udah sama-sama belajar selama ini. Kita tinggal mengaplikasikan apa yang kita pelajari selama ini. Aku percaya, kamu pasti bisa mengerjakannya dan aku juga percaya kita pasti lulus! Tugas kita sekarang adalah berdoa dan berdoa. Semoga hasilnya sesuai apa yang kita inginkan selama ini," ujarku menggebu-gebu. Vera menghela napas. Aku tahu, dalam dirinya masih ada ketakutan yang mendalam.
"Iya, deh. Semangat!!!" Ujar Vera sambil mengepalkan tangannya.
Anak yang manis. Selama ini dia sudah berusaha. Kemalasannya sudah berubah tumbuh menjadi semangat membara. Aku semakin mengagumi perubahannya ini.
\(^.^)/
Siswa-siswi SMP Mulya Bhakti telah mendapatkan amplop berisi keterangan kelulusan. Rasa deg-deg-an menyelimuti kami semua. Terutama aku dan Vera. Aku buka perlahan amplop putih tersebut. Aku merasa oksigen semakin menipis. Dan akhirnya, aku lulus!
“Ve, gimana dengan kamu?” tanyaku.
Dari tadi pagi aku melihat wajahnya muram. Aku tak tahu ada apa dengan dia. Dia hanya terdiam. Aku kuatir akan dirinya. Apakah dia? Aku nggak berani memikirkan yang macam-macam. Dia berlari meninggalkan aku seorang diri. Ada apa dengannya?
Ketika aku ingin mengejarnya, tiba-tiba wali kelasku datang untuk mengumumkan yang diterima beasiswa tersebut. Aku mendengarkan dengan seksama. Aku berdoa dalam hati supaya nama Alvera Indira diterima. Aku ikhlas aku nggak lolos, asalkan dia lolos. Aku terus berdoa dalam hati. Aku berharap nama Vera akan disebutkan oleh wali kelasku.
“Mario Kurniawan,” ujar wali kelasku.
Itu namaku. Aku berharap nama Vera-pun dipanggil.
“Alvera Indira,”
Ya! Akhirnya, kami berdua lulus program beasiswa. Aku harus memberitahu kabar gembira ini padanya. Tapi, bagaimana dengan hasil ujian nasionalnya? Mengapa dia begitu sedih? Dugaan-dugaan buruk mulai bermunculan dalam kepalaku. Aku melihat Vera berada di depan kantor kepala sekolah dan segera aku melangkahkan kaki menuju tempat dia berdiri.
“Hei, kamu dari tadi aku cariin ternyata ada disini. Kamu nggak apa-apa kan? Gimana hasilnya? Kamu lulus beasiswa,” ujarku.
Vera tidak menjawab, dia malah menghambur dalam pelukanku. Dia memeluk tubuhku erat. Dia hanya terdiam dalam pelukanku. Aku hanya terpaku. Ada apa dengannya?
“Aku…” ujar Vera lembut dalam pelukanku. “Aku, tidak mengambil beasiswa itu,” lanjutnya.
“Kenapa?” ujarku melepaskan pelukannya.
Aku sungguh kaget. Aku sudah bermimpi akan dapat beasiswa bersamanya dan melanjutkan sekolah disana bersamanya. Tapi, mengapa tiba-tiba dia tidak mengambil? Padahal selama ini dia sudah belajar mati-matian untuk mendapatkannya. Sekarang dia sudah dapatkan itu. Tapi?
“Aku harus ke Australia. Aku melanjutkan sekolah disana. Kami semua pindah kesana. Aku lulus ujian nasional. Minggu depan aku berangkat. Terima kasih sudah mau jadi temenku dan mau mengajarkanku semuanya. Maaf, aku harus pergi,” ujar Vera tertunduk. Aku seperti terkena petir. Sungguh menyakitkan. Aku tidak dapat merasakan darahku mengalir.
“Walaupun nggak ada aku disana. Kamu harus tetap ambil. Kamu buktikan kepadaku bahwa kamu selalu jadi yang terbaik. Terima kasih sudah mengajarkan aku ketidakmungkinan menjadi sebuah kemungkinan yang besar. Terima kasih selalu menguatkan aku,” tambahnya. Aku sungguh tidak bisa berkata apa-apa. Rasa nyeri didadaku menyayat-nyayat.
\(^.^)/
Hari ini Vera akan berangkat ke Ausie sedangkan aku masih terpuruk disini. Aku tidak mengambil beasiswa itu. Ntah, aku sudah tidak bersemangat lagi. Perasaanku masih terpendam dalam hatiku. Aku masih merasa takut luar biasa. Aku biarkan diri ini tenggelam ke dalam pesona dirinya tanpa mencoba untuk keluar dari sana. Aku merasa benar-benar seperti pecundang. Aku sadari itu, tapi, aku sampai saat ini tidak memiliki keberanian untuk mengatakannya!
Aku datang ke rumah Vera untuk melepaskan kepergiannya ke Australia. Kepindahannya ini membuat aku sedikit tertekan. Aku membantu Vera dalam menyusun koper ke depan rumahnya. Aku lihat dia begitu sedih akan kepergian ini. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya saat ini. Aku tidak ingin bertanya takut membuatnya tambah sedih. Aku benar-benar merasakan panasnya mataku ini, tapi, aku mencoba tersenyum ketika dia melihat ke arahku.
“Rajin belajar ya disana. Jangan males lagi. Biar selalu dapat juara pertama. Buktikan bahwa Alvera Indira merupakan gadis cerdas! Udah jangan nangis gitu dong. Kita pasti ketemu lagi. Percaya deh,” ujarku sambil merangku Vera.
Aku menghela napas ketika Vera masuk ke dalam mobil hingga mobil itu melesat meninggalkan aku yang masih terpaku disini.
Read More..

Minggu, 18 Maret 2012

Inikah Rasanya?


Apa ya rasanya pacaran itu? Wah, aku sungguh ingin merasakan pacaran. Aku sih, udah sering merasakan jatuh cinta. Tapi? Hmm, tapi, sampai saat ini, sampai detik ini aku belum pernah tuh ngerasa deg-deg-an di depan cowok. Bukan karena aku nggak normal atau aku sudah sering berhadapan dengan cowok. Maksud disini adalah nggak ada seorang cowok-pun yang berhadapan denganku untuk menyatakan cinta. Jadi, aku nggak tahu bagaimana rasa deg-deg-an ketika seorang cowok menyatakan cintanya padaku. Aku belum pernah. Emang naas nasibku ini. Pacaran oh pacaran. Jangankan menolak, dinyatakan aja nggak pernah. Jangankan dinyatakan, disukai aja nggak pernah. Apakah aku terlalu jelek ataukah aku terlalu cantik hingga lelaki pada minder dengan aku? Ayolah, sekali saja nyatakan cinta padaku. Aku –Nadira Astari– merasa sebagai cewek paling sial yang pernah hidup. Aduh, kenapa aku jadi tidak bersyukur begini sih? Gara-gara ingin pacaran!
***
"Nadira. Aku sayang kamu. Aku tahu aku jahat udah buat kamu menunggu. Percayalah, aku hanya mencari waktu yang tepat untu menyatakan cinta. Maukah kamu jadi pacarku?" ujar seorang cowok berlutut di hadapanku.
Wajahku bersemu merah. Aku senang sekali mendengar ungkapan perasaan yang tak pernah aku dengar sebelumnya. Aku ingin berteriak. Ternyata, beginilah rasanya dinyatakan cinta pada seorang lelaki. Sungguh membuatku melayang. Akhirnya, aku merasa normal.
"Gimana, Nad? Apa aku bisa menjadi teman hidupmu?" tambahnya.
Hah? Kata-katanya membuat aku meleleh. Aku hanya terpaku dan terdiam. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Lidah ini terasa semakin kelu.
Aku semakin terdiam ketika wajahnya mulai mendekat padaku. Keringat dingin membasahi punggungku. Wajahnya terus mendekat padaku hingga jarak kami benar-benar semakin dekat. Napasku semakin berat, aku pejamkan mata ini dan aku merasakan ada yang menyentuh dibibirku. Tiba-tiba ada yang memanggil namaku dari kejauhan sehingga membuat aku membuka mata.
"Nadira! Lagi belajar malah tidur! Mimpi apa kamu, hah? Bibir dimaju-majuin," ujar guruku.
Waduh! Jadi, aku mimpi? Aku merasa malu dan yang lebih memalukan lagi, yang nempel dibibirku adalah penghapus papan tulis. Otomatis bibirku hitam dengan sukses karena penghapus yang menempel. Semua teman sekelasku menertawakan diriku yang sudah blepotan bekas penghapus.
"Cuci muka dan kembali ke kelas! Fokus belajar!" Ujar guruku kesal.
Aku minta izin ke toilet. Aku kaget ketika melihat di kaca toilet di setitar bibirku hitam karena penghapus yang ditempelkan guruku tadi di kelas.
Argh, sial! Gara-gara pengen banget ada yang menyatakan cinta, aku sampe bermimpi ditengah-tengah pelajaran fisika. Alangkah noraknya aku ini. Aku mengumpat diriku atas kelakuan bodoh yang aku alami di kelas tadi. Sungguh-sungguh memalukan! Image-ku semakin jatuh, gimana mau disukai oleh lawan jenis, lha, aku aja senorak itu. Udah pada ilfeel duluan sepertinya.
Aku kembali ke kelas dan disambut dengan tawaan teman-teman sekelasku. Aduh, mereka emang paling demen jika ada temennya yang sial. Senang amat kali menertawakan aku. Objek yang pas untuk dijadikan hot news sepertinya. Aku abaikan tawaan mereka dan fokus belajar. Nadira, kamu sukses membuat malu diri sendir. Gara-gara pengen pacaran!
***
Aku bener-bener kebelet pacaran! Aduh, aku ingin sekali ada yang menyatakan cinta untukku. Hanya ingin tahu rasa deg-deg-an dan kejutan dari seseorang yang jatuh cinta padaku. Tapi, hanya angan belaka sepertinya. Aku tidak habis akal, akhirnya, aku berusaha mulai dari ikut acara ekspose nomor di radio lokal, add facebook cowok, dan follow twitter cowok. Semoga ada yang nyantol satu. Aku sudah pasang PP di facebook dan ava di twitter dengan pose yang paling unyuk dan menggemaskan. Tapi, sampai detik ini belum ada yang benar-benar ingin mengenalku. Aduh, segitu susahnya hanya untuk dinyatakan cinta. Aku mulai depresi. Apa aku terlalu jelek? Kolot? Atau meresahkan? Ampun deh!
Aku lupakan masalah pernyataan cowok. Aku benar-benar merasa hopeless. Sudah seminggu aku tidak uring-uring ingin pacaran. Ingin ada yang menyatakan cinta padaku. Semuanya telah aku kubur. Sebal!
Aduh, besok ulangan fisika. Akhir-akhir ini kelas X-5 sering banget ngadain ulangan masal. Ayolah, bapak-ibu guru, beri kami jeda dalam berulangan. Jangan bareng-bareng gitu dong. Pahamilah kami wahai bapak-ibu guru.
Mataku terus melototin buku fisika yang tebelnya sejibun. Tiba-tiba handphone-ku berdering. Nomor yang tidak aku kenal ada di layar hape-ku. Aku mengerutkan keningku dan segera aku tekan tombol answer.
"Halo?"
Tidak ada yang menjawab dari seberang telpon dan kemudian bunyi suara "tut tut tut" tanda telpon unconnection. Buset dah, nggak ngerti orang lagi belajar ya? Aku letakkan hape di kasurku.
Baru duduk dan membuka buku, tiba-tiba hape-ku berbunyi kembali. Ah! Siapa sih? Aku mau ulangan loh besok! Nomor tadi menelpon-ku. Aku sungguh males mengangkatnya. Pasti hanya misscalled seperti tadi. Jadi, aku abaikan saja telpon dari orang nggak jelas itu dan kembali fokus belajar. Tapi, hape-ku terus berdering dan membuyarkan semua ke-fokus-an-ku dalam belajar.
“Fine! Kamu menang!” ujarku sambil berjalan menuju kasuku dan meraih hape-ku.
“Halo?”
“Iya, halo. Ini Nadira ya?” tanya seseorang dari seberang sana.
Suara cowok. Wah. Kok bisa?
“Iya, aku Nadira. Ini siapa ya? Kok tahu nomor aku?” tanyaku bingung.
“Aku Kevin. Aku tahu nomor kamu dari facebook-mu,”
Hah? Dari facebook-ku? Hmm, sepertinya aku ingat bahwa aku telah mencantumkan nomor hape-ku di facebook. Aduh, seharusnya aku girang gitu ada yang menghubungiku. Tapi, ini timing-nya kurang pas. Jadi, aku merasa nggak antusias.
Ada perlu apa? Aku sedang belajar. Besok aja ya ngobrolnya,” ujarku.
“Oh, maaf ganggu. Aku nggak tahu,”
“Sekarang udah tahu, kan? Besok aja ya. Bye,” ujarku sambil mematikan hape.
Ah! Sudah pukul 10:00. Tapi, belum ada satu materi-pun yang nyangkut di otakku. Aduh, bagaimana ini? Aku pusing. Aku kembali melanjutkan pelajaran dengan otak sisa dan kantuk yang sudah menyerang mata. Tanpa terasa aku merasa lelah dan ketiduran.
***
Ulangan fisika. Wish me luck. Aku sudah siap berangkat sekolah dan aku teringat dengan cowok bernama Kevin yang menelponku semalam. Pagi ini dia mengirim pesan singkat yang berbunyi “Selamat pagi Nadira. Sukses buat ulangannya :)
Aku merasa darah ini berdesir ketika membaca sms tersebut. Perasaan senang menyelimuti diriku dan aku menjadi lebih bersemangat datang ke sekolah. Apakah ini yang dinamakan cinta pada sebuah sms? Oh, aku tidak perduli. Intinya, hari ini aku ulangan fisika! Ulangan fisika ini membuat aku setress! Aku terkadang heran dengan teman-teman yang lain yang begitu antusias ingin masuk jurusan IPA ketika kelas XI nanti. Argh, bisa botak aku kalau masuk jurusan IPA. Yang begini aja udah bikin aku frustasi.
Lembar soal mulai dibagikan. Aduh, esay semua soalnya. Bener-bener menjajah! Aduh, aku pusing! Semua yang telah aku pelajari semalam tidak ada yang aku ingat. Aku malah ternginga dengan suara Kevin. Suaranya yang lembut dan sapaan pagi yang begitu manis yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya. Aku merasa melayang.
Adu, otakku benar-benar kacau! Baru dua dari delapan soal yang aku jawab. Ini ada apa sih dengan otakku? Benar-benar nggak bisa fokus dengan soal-soal ini. Jamur-jamur cinta sudah merasuki otakku. Bagaimana ini bisa terjadi?
***
Aku melupakan ulangan fisika tadi. Terserah deh hasilnya mau seperti apa. Intinya aku sudah maksimal mengerjakannya. Lupakan masalah ulangan. Aku sedang online facebook dan twitter di rumah sambil ditemani jus strawberry yang aku beli di ujung kompleks. Tiba-tiba hape-ku berdering. Ntah, dalam hati aku ingin sekali Kevin yang menelponku. Dan benar saja. Kevin yang menelponku dengan cepat aku tekan tombol answer.
“Hai. Gimana ulangan tadi? Lancar?” tanyanya dari seberang telpon.
“Hmm, lancar kok. Ya, tetap saja pusing,” jawabku.
Kami sudah larut dalam obrolan di telpon. Dia Kevin sekolah di SMAN 12 berbeda denganku. Dia merupakan cowok yang asyik diajak bicara. Begitu perhatian. Aku merasa terbuai olehnya. Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Aku merasa terbang ke langit ke tujuh. Suara lembutnya yang membuat jantungku berdegup kencang. Inikah rasanya?
Semakin lama aku merasa nyaman dengan dia. Tapi, hubungan kami masih berlanjut lewat sms atau facebook-an. Belum bertemu. Tapi, itu sudah membuat aku merasa melayang. Perhatiannya yang membuat aku merasa istimewa. Inikah rasanya?
Aku pikir sudah waktunya bertemu. Aku tidak ingin menjalin hubungan tanpa bertemu apalagi dia juga satu daerah denganku hanya berbeda sekolah. Pasti mudah untuk bertemu. Dia belum menyatakan cinta padaku. Aku juga tidak ingin dia menyatakan cinta lewat sms atau lewat telpon. Aku ingin bertemu dengannya dan dia nyatakan cinta. Pasti rasa deg-deg-annya lebih terasa.
Setelah membuat kesepakatan, kami akan bertemu pada malam Minggu nanti di komplek rumahku. Aku semakin merasa jantung ini lebih sering berdendang dari biasanya. Inikah rasanya?
***
Malam Minggu telah datang dan waktunya aku bertemu dengan Kevin. Aku menerka-nerka rupanya seperti apa. Pasti dia tampan setampan suaranya. Jantung ini terus berdegup kencang. Aku melihat penampilanku dari kaca lemariku. Perfect! Pasti dia akan terpesona denganku.
Aku sudah menunggu di taman komplek. Lumayan ramai taman komplek jika malam minggu. Jadi, aku tidak perlu takut dengan suasana malam. Dari kejauhan aku melihat cowok berkaos oblong merah dan celana jins. Pakaian yang Kevin sebutkan sebelum janjian. Aku sedikit kaget.
“Semoga jangan dia,” ujarku.
Aku merasa sedikit takut dan ingin segera bersembunyi. Aku putuskan untuk menelponnya. Aku berharap bukan dia yang mengangkat telpon dariku. Aku mohon. Akhirnya, tersambung dan aku melihat cowok itu yang merespon telponku. Dia yang bernama Kevin. Aku sungguh takut.
“Kevin, maaf, aku nggak bisa ketemu malam ini. Mama dan papaku ngajak aku makan malam bersama. Ini juga mendadak,” ujarku memperhatikan gerak-gerik Kevin.
Aku nggak ingin dia melihatku. Sungguh, aku takut dengan dia. Perawakannya seperti preman dengan tindik dimana-mana. Aku segera mengambil langkah menjauh. Tapi, sebelum telpon dimatikan, dia melihat aku yang menjauhinya. Segera jantungku berdegup kencang bukan karena perasaan senang mendapat pernyataan cinta melainkan perasaan takut. Ternyata, aku akan menemui preman. Aku takut.
Aku kepergok dan aku segera mengambil langkah seribu. Dia mengikutiku. Langkah panjangnya membuat dia sudah berada beberapa meter di belakangku. Aduh, aku sungguh takut. Aku menambah kecepatan berlariku. Sebentar lagi aku sampai rumah. Tapi, aku nggak ingin dia mengetahui letak rumahku. Aku terus berlari dan tiba-tiba ada yang memegang tanganku. Aku lihat, ternyata Kevin dengan piercing dimana-mana. Dia tertawa nyengir dihadapanku. Aku sungguh takut. Jins-nya sobek-sobek dan wajahnya lebam seperti orang habis berantem. Seluruh lengannya penuh dengan tato. Membuat dia semakin terlihat mengerikan.
“Aku bukan Nadira. Sumpah, aku bukan Nadira. Kamu salah orang!” ujarku.
“Kenapa kamu bohong? Kenapa kamu bisa tahu aku mencari Nadira?” tanyanya.
“Tadi dia sms aku,” ujarku semakin ngelantur.
“Apa dia makan malam bersama orang tuanya? Sedangkan Nadira berada dihadapanku sekarang. Mau bohong?”
“Nggak. Mamaku baru menelponku. Aku harus pulang,” ujarku ketakutan.
Aku beneran takut dengan preman ini. Aduh, aku harus cari cara untuk lepas dari genggamannya. Aha, I get an idea!
“Eh, itu sepertinya ada yang memanggil kamu,” ujarku.
Genggaman tangannya semakin melemah. Aku segera mengambil ancang-ancang untuk berlari. Dan akhirnya, genggamannya terlepas dan aku segera berlari. Dia mengejarku. Aduh, aku merasa bodoh sekali. Kenapa bisa berkenalan dengan preman gitu sih?
Aku terus berlari dan aku bersembunyi di balik tembok. Aku melihat dia terus berlari ke arah yang berlawanan dengan aku sembunyi. Akhirnya, aku dapat menghela napas. Aman. Aku segera berlari menuju rumah. Aku benar-benar shock. Ternyata, selama ini aku berhubungan dengan preman. Aku beneran takut. Aku kapok deh. Hanya ingin tahu rasanya deg-deg-an karena pernyataan cinta malah membuat aku jadi ngos-ngos-an begini. Malam Minggu ini tidak akan pernah aku lupakan seumur hidup dan aku nggak akan pernah mengekspose nomorku dimanapun. Aku jera!
Gara-gara ingin tahu rasanya pacaran. Malah membahayakan diri sendiri. Bodoh! Nggak lagi-lagi aku berbuat seperti itu. Inikah rasanya? Aku tidak memprediksikan sebelumnya. Malam minggu yang melelahkan.
TAMAT
Read More..

Senin, 12 Maret 2012

Terpisah Dimensi


Panti asuhan Kasih Bunda merupakan tempat favorit bagi Carista Syafira. Gadis berumur 16 tahun yang masih duduk di bangku SMA kelas 3. Di tempat ini, dia dapat berbagi kepada anak-anak yang sangat membutuhkan kasih sayang dan belaian lembut dari orang tua mereka yang telah tiada. Ntah karena meninggal dunia atau karena dibuang begitu saja oleh orang tua mereka. Caris, begitulah teman-temannya memanggil, merupakan gadis yang pendiam. Di sekolahnya, tak banyak yang mengenal dia. Dia memang tidak suka terlalu mengekspos diri dengan tingkah yang sedikit berlebihan atau mengikuti ajang perlombaan yang biasa diselenggarakan di sekolah maupun di luar sekolah. Meskipun dia tidak terlalu diperhatikan keberadaannya dengan teman-teman sekolah yang lainnya, tak jarang banyak kaum adam yang menginginkan bisa dekat dengan dia dan ingin sekali rasanya berkenalan dengan gadis berwajah oriental ini. Tapi, niat mereka selalu pudar begitu saja jika melihat karakter gadis ini. Sungguh tertutup dan pendiam.
Ketika banyak teman-temannya di luar sana yang menghabiskan uang mereka untuk hang out atau sekedar membeli baju dengan merk terkenal yang harganya selangit, sedangkan Caris tidak seperti kebanyakan temannya. Bukan karena dia terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Bisa dikatakan bahwa Caris merupakan pewaris tunggal perusahaan keluarganya. Tapi, dia tidak ingin harta yang ia miliki hangus begitu saja untuk berfoya-foya. Jadi, dia sempatkan diri untuk berbagi. Dan yang biasa ia bagi adalah Panti Asuhan Kasih Bunda yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
“Hei, kak Caris dateng,” ujar gadis kecil yang merupakan anggota panti tersebut.
“Hore kak Caris dateng,” ujar anak-anak panti begitu antusias ketika melihat Caris.
Caris tersenyum sumringah melihat anak-anak tak jauh dari hadapannya dan mereka segera menghambur kepadanya. Dalam sekejap anak-anak itu sudah berada tepat di depannya. Mereka menggandeng tangan Caris dan mengajaknya untuk duduk di teras panti. Caris sangat suka keadaan seperti saat ini. Bisa tertawa dan berbagi dengan anak-anak ini sungguh membuat hatinya tenang dan damai. Caris segera membuka plastik yang ia genggam sedari tadi. Makanan dan minuman segera ia bagikan yang ditanggapi begitu antusias kepada anak-anak panti ini. Dia disini hanya ingin melihat keadaan mereka. Jauh di lubuk hatinya, dia sungguh menyayangi anak-anak ini.
Ketika Caris sedang tersenyum melihat tingkah anak-anak ini, dia melihat ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya yang membuat Caris sedikit tidak nyaman. Caris mencoba tenang dan tidak perduli dengan orang asing yang sedari tadi memerhatikannya. Dalam hatinya, bertanya-tanya siapakah orang itu. Akhirnya, Caris meninggalkan anak-anak panti dan mendekati orang tersebut karena ada sebuah blitz dari kamera orang tersebut yang mengambil gambar Caris. Caris sedikit tergesa mengejar orang tersebut. Tapi, Caris tidak dapat menjangkaunya. Langkah kakinya tidak sebesar langkah orang tersebut. Dia hanya dapat melihat bahwa orang itu adalah seorang laki-laki. Tapi, wajahnya tidak begitu jelas terlihat. Dari postur tubuhnya, Caris bisa menebak lelaki tersebut masih sebaya dengan dia. Dia sedikit bingung, mengapa lelaki tersebut mengambil foto Caris. Caris buang jauh-jauh prasangka buruknya dan melanjutkan langkah menuju rumahnya.
ùùù
Jarak sekolah Caris tidak jauh dari rumahnya, oleh sebab itu, dia lebih suka menghabiskan waktu ke sekolah dengan menggunakan sepeda sportnya. Sepeti biasa, Caris ke sekolah bersama sepeda kesayangannya. Caris nggak sadar ada seseorang yang mengambil fotonya yang tidak jauh darinya. Ya, seseorang itu adalah lelaki yang kemarin juga mengambil foto Caris. Jika diperhatikan, lelaki tersebut menggunakan pakaian yang kemarin ia gunakan. Tidak ada yang berbeda sedikit.
Caris terus mengayuh sepedanya tanpa merasa terusik dengan blitz kamera yang terpancar dari kamera lelaki tersebut. Tiba-tiba, sepeda yang dikendarai Caris menabrak sebuah batu dan menyebabkan dirinya terjatuh. Lutut dan lengan Caris berdarah dan stang sepedanya bengkok ke arah kanan. Caris mencoba untuk berdiri dan memapah sepedanya. Tapi, sebelum ia berdiri, ada seorang lelaki duduk dihadapannya. Caris yang masih terduduk hanya bisa diam mengamati lelaki di hadapannya. Seperti terhipnotis, Caris hanya diam ketika lelaki tersebut mulai mengobati lutut dan lengannya. Hanya sesekali ia merintih kesakitan menahan perih. Caris berusaha mencerna semuanya, Caris merasa dia pernah bertemu lelaki ini.
“Hai, kamu yang kemarin ya?” tanya Caris ketika lekaki itu selesai mengobatinya.
Tak ada respon dari lelaki tersebut. Itu membuat Caris menjadi semakin penasaran. Sekali lagi ia bertanya pada lelaki yang sudah berdiri dan memapah sepeda Caris. Caris berusaha menyejajarkan langkahnya dengan lelaki itu.
“Hei, kenapa diem aja? Aku nggak marah kok kamu ngambil foto aku diam-diam. Makasih udah mau nolongin aku. Aku Cuma bingung, kenapa kamu ngambil foto aku? Apa ada seseorang yang menyuruhmu untuk melakukannya?” tanya Caris tanpa cela.
Lagi-lagi lelaki itu hanya terdiam dan terus melanjutkan langkahnya tanpa memerdulikan Caris yang sedari tadi penasaran dengan lelaki ini. Ntah darimana asalnya, lelaki ini sudah ada di lokasi ketika Caris terjatuh. Benar-benar membuat Caris sedikit terkejut akan kehadiran lelaki tersebut.
“Okelah, kalau kamu nggak mau kasih tau apa maksud dan tujuan kamu ngambil foto aku, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak karena kamu udah menolong aku. Oh iya, kenalin aku…,”
“Caris. Carista Syafira. Aku udah tahu,” ujar lelaki itu memotong perkataan Caris. Caris berpikir, mengapa lelaki misterius ini mengetahui namanya? Bahkan ama lengkapnya. Jarang ada yang tahu nama lengkap gadis ini kecuali teman sekelasnya. Caris semakin terheran-heran.
“Kok kamu bisa tahu nama aku?” tanya Caris.
“Terlihat jelas di name-tag kamu. Lebih baik kamu ke sekolah daripada terlambat,” ujar lelaki itu menjelaskan. Caris segera melihat name-tag yang berada di seragamnya. Caris segera mengutuk dirinya. Mengapa dia begitu kepedean? Caris melihat lelaki itu menulis sesuatu di kertas. Ntah, menulis apa.
“Nih. Itu alamat rumahku. Sepedamu biar aku yang ngehandle dan sekarang lebih baik kamu berangkat sekolah,” ujar lelaki itu sambil memberikan kertas kepadaku.
“Eh, bentar. Nama kamu siapa?” tanya Caris.
“Disitu ada,” ujar lelaki itu sambil terus meninggalkan Caris yang masih terpaku di tempat. Dia membaca apa yang ada di kertas tersebut. Alamat rumah dan sebuah nama. Nanti pulang sekolah dia akan ke rumah Dimzy, nama lelaki misterius tersebut. Dilipatnya kertas tersebut dan diselipkannya di kantong roknya. Caris menengok ke belakang untuk melihat Dimzy. Tapi, kehampaan yang ia dapati. Cepat sekali lelaki itu berjalan, pikir Caris.
ùùù
Caris kembali memastikan alamat rumah yang ada di depannya dengan yang ada di kertas. Apakah sesuai atau tidak. Ya, tepat. Inilah rumah Dizmy. Ditekannya bel rumah minimalis ini. Caris menunggu pintu di buka oleh si empunya rumah. Beberapa saat kemudian pintu terbuka dan Caris melihat wanita separuh baya sambil tersenyum padanya. Ada raut wajah heran dari wanita tersebut. Caris dapat menebak bahwa wanita yang ada di depannya adalah ibu Dimzy. Wanita tersebut mempersilakan Caris masuk.
“Terima kasih, Bu,” ujar Caris.
Ada perlu apa mbak?” tanya wanita tersebut. Wanita ini seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, terlihat dari keningnya yang mengerut.
“Saya Caris, Bu. Mau bertemu Dimzy untuk mengambil sepeda saya,” jelas Caris.
Wanita tersebut terkejut ketika Caris menyebutkan nama Dimzy. Ada sorot kesedihan disana. Caris jadi merasa tidak enak. Apa dia salah mengucapkan nama itu? Tak ada reaksi dari wanita tersebut. Beliau malah mengajak Caris ke sebuah ruangan di atas. Caris mengikuti tanpa ada protes yang keluar dari mulutnya. Sebuah kamar. Ya, mereka ke sebuah kamar. Caris semakin bertanya-tanya. Wanita tersebut mengajak Caris duduk di pinggir sebuah ranjang kamar yang tidak terlalu luas.
“Ini kamar Dimzy. Dulu dia menempati kamar ini. Tapi, tidak sekarang,” ujar wanita tersebut.
Caris membelalakan matanya. Dimzy kabur dari rumah? Ada apa? Segala pertanyaan hinggap di kepala Caris. Apa yang sebenarnya terjadi? Caris menunggu wanita dihadapannya bercerita. Caris hanya mengamati seluruh ruangan dan dia tertegun ketika dia melihat dirinya ada di hampir seluruh dinding kamar ini.
“Itu benar kamu. Dimzy sangat suka fotografer dan yang jadi objek favoritnya adalah kamu. Tidak pernah dia menunjukkan hasil jepretannya kepada Ibu, kecuali gambar kamu dan tak ada satupun yang ia pajang menghiasi kamarnya, selain gambar kamu. Dan setiap kali dia menunjukkan gambar-gambarmu dari kameranya, dia selalu tersenyum puas dan bahagia. Ibu tahu dia sedang jatuh cinta. Ibu sangat menginginkan Dimzy mengenalkan kamu kepada Ibu. Tapi, ada sesuatu yang terjadi pada Dimzy,” ujar wanita tersebut membuat Caris tidak bisa berkata apa-apa. Ada kebingunan dalam dirinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Dimzy kemana saat ini? Yang Caris butuhkan saat ini adalah sepedanya dan segera pulang. Sudah cukup bertemu Dimzy si misterius. Kenapa hidupnya juga begitu misterius? Caris terus bertanya-tanya dalam hati. Tapi, tak ia temukan jawabannya.
“Baca ini,” lanjut wanita tersebut sambil menyerahkan sebuah buku catatan pada Caris dan segera ia terima. Isi buku tersebut hampir berisi foto Caris. Caris membaca singkat apa yang ada dalam isi buku tersebut. Hampir semua tulisan yang ada dalam buku itu mengenai tentang dirinya. Hingga akhirnya ia tertarik dengan sebuah bacaan yang merupakan cerita terakhir di buku itu.
29 Maret 2011 13.00
Hari ini aku harus bertemu Caris. Aku tidak ingin dia tidak pernah mengenalku walau untuk sebentar saja. Aku tahu, aku tidak boleh keluar. Penyakit ini sungguh menyiksaku. Aku tidak ingin penyakit ini menghalangiku untuk berkenalan dengan gadis cantik itu. Hari ini aku harus bertemu dengannya. Akan aku beri dia rajutan syal ini untuknya sebagai teman terdekatnya. Aku ingin berbicara dengan dia. Hari ini pasti bisa terlaksana.
“Itu adalah catatan terakhir yang dibuat oleh Dimzy. Dimzy sudah tiada, Caris. Dia meninggal tepat seharusnya dia bertemu dengan kamu. Dia memiliki penyakit asma yang bisa dibilang sudah terlalu akut. Dia belum boleh keluar rumah dan jangan terlalu kecapekan. Tapi, dia benar-benar ingin bertemu kamu. Ketika Ibu sedang masak bubur untuknya, Ibu mendengar ada yang terjatuh. Benar saja, Ibu melihat Dimzy sudah tidak sadarkan diri di lantai bawah dengan darah mengucur. Ibu tidak tahu pasti kenapa dia bisa terjatuh. Jika kamu bertemu Dimzy kemarin atau tadi pagi, mungkin dia menginginkan kamu tau sebenarnya. Bawa aja semua ini. Syal ini, catatan ini, merupakan milikmu. Mohon dijaga,” ujar wanita tersebut.
Cerita macam apa ini? Caris benar-benar tidak bisa mencerna setiap perkataan dari wanita di sampingnya. Dimzy sudah meninggal? Hah? Seketika Caris merasa pusing. Dia seperti dipermainkan. Dimzy sudah meninggal? Pertanyaan itu terus muncul dalam kepalanya. Dalam keadaan setengah percaya dan tidak percaya, Caris menerima semua barang-barang milik Dimzy beserta syal merah muda dan segera berpamitan pulang. Caris melihat sepedanya ada di halaman rumah Dimzy. Caris benar-benar merasa kepalanya semakin berat.
ùùù
Setelah pulang dari rumah Dizmy, Caris tidak ke panti tersebut, kepalanya terasa berat. Caris menyenderkan kepalanya di tepi ranjang tempat tidurnya. Caris masih tidak bisa menerima kenyataan, bahwa cowok yang ia lihat akhir-akhir ini sudah tiada. Caris terus berpikir dan mencari jawaban yang masuk ke dalam loginya. Lagi-lagi, inilah nyatanya. Dizmy sudah meninggal sebulan yang lalu.
Caris ingat akan buku catatan dan syal yang Ibu Dimzy berikan kepadanya. Caris segera mengambil tas yang ada di tepi meja belajarnya dan mengeluarkan buku dan syal tesebut dari tasnya. Syal berwarna merah muda ia genggam erat. Merasakan getaran cinta di setiap rajutannya. Caris menutup matanya dan membiarkan angin senja menerpa wajah manisnya. Angannya membawa Caris ke dalam sebuah ruang yang ia pun tidak tahu berada dimana. Dilihatnya seorang lelaki yang tak jauh dari hadapannya. Dizmy.
“Hei,” ujar Caris sambil memegang bahu Dimzy.
Seketika Dimzy menengok. Wajahnya pucat pasi dan tak ada cahaya yang terpancar dari pandangannya. Matanya tak sejernih pertama kali Caris melihatnya. Dimzy berjalan menjauhi Caris. Tak ada yang bisa Caris lakukan selain diam mematung menyaksikan Dimzy yang semakin jauh dari pandangannya. Dimzy terus berjalan dan akhirnya benar-benar menghilang. Caris terbangun dari tidur sesaatnya, dia buka buku catatan yang sedari tadi ia pegang. Ia membuka halaman demi halaman dengan napas terengah seakan jantungnya lelah berkontraksi.
28 Maret 2011 05.00
Ini nyata. Aku mencintai gadis yang tidak pernah aku ajak bicara. Bahkan dia tidak pernah melihat dan mengenalku. Apa yang harus aku lakukan? Dada ini semakin bergejolak menahan cinta yang semakin mengalir deras. Aku hanya berani mengambil fotonya diam-diam. Aku sungguh pengecut!!!! Aku hanya tidak ingin dia tidak mengenalku hingga aku telah menutup mata. Aku sungguh ingin bisa bercengkrama dengannya meski hanya beberapa menit. Aku harus berani. Besok aku harus menemuinya! Carista Syafira. Syal merah muda ini sudah aku rajut dan harus sampai ditangannya. Semoga dia senang. Wish me luck.
Catatan sehari sebelum Dimzy meninggal. Dia benar-benar sudah niat untuk mela
Caris meneteskan airmatanya. Dia sadar, Dimzy memang sudah tiada. Dan dia meninggal sebelum sempat dapat berkenalan dengan dirinya. Caris hanya ingin Dimzy tenang disana setelah dia tahu apa yang terjadi sebenarnya. Mungkin Caris belum bisa mencintai Dimzy seutuhnya, tapi, dia dapat merasakan aliran cinta yang deras dalam diri Dimzy. Caris akan menyimpan semua ini. Selamanya.
TAMAT
Read More..

Lomba Cerpen Inspirasi Galaxy Cinta!!


Dalam rangka HUT yang ke -11, Penerbit DIVA Press mengadakan sebuah lomba cerpen dengan hadiah utama 1 buah Galaxy Tab dan 2 ponsel Blackberry!!

Caranya gampang, cukup kirimkan naskah cerpen terbaik kamu dengan  ketentuan sebagai berikut:

- Merupakan karya orisinal penulis
- Karya belum pernah dimuat di media/penerbit mana pun, tidak dalam proses pengajuan ke media/penerbit mana pun, atau belum pernah memenangkan lomba serupa
- Tema cerpen adalah CINTA atau INSPIRATIF (pilih salah satu)
- Panjang naskah 7-10 halaman (kertas A4, font Times New Roman; size 12; spasi 2; batas margin atas (top): 4cm, kiri (left): 4cm, kanan (right): 3cm, bawah (bottom): 3cm
- Lampirkan biodata dalam bentuk narasi/paragraf dalam file yang berbeda
- Kirimkan file naskah cerpen beserta biodata (format Word) via email: lombadiva@gmail.com via attachment/sisipan (Bodi email silakan dibiarkan kosong). Nama file cerpen adalah judul cerpen
- Pada bagian subjek email tulis dengan format: galaxy#nama#judul

Hadiah:

- Pemenang utama favorit pembaca 1       : 1 buah Samsung Galaxy Tab + paket buku (4 eks.) + piagam
- Pemenang utama favorit pembaca 2       : 1 buah ponsel Blackberry + paket buku (4 eks.) + piagam
- Pemenang utama favorit pembaca 3       : 1 buah ponsel Blackberry + paket buku (4 eks.) + piagam
- 10 Nominator favorit juri                             : Masing-masing mendapatkan paket buku (4 eks.) + T-shirt + piagam

Catatan:

- Lomba ini berlangsung selama 2 bulan (1 Maret-30 April 2012). Pengumpulan naskah terakhir ditunggu hingga 30 April 2012, pukul 16.00 WIB
- Penjurian tahap 1 dilakukan selama bulan Mei 2012 (1 bulan penuh). Penjurian tahap 2 dilakukan selama 2 minggu (terhitung sejak 1-15 Juni 2012) dengan sistem voting pembaca. Dalam tahap ini, 5 (lima) naskah terbaik yang telah melewati proses seleksi juri akan diposting via fanpage facebook Penerbit DIVA Press dan blogdivapress.com. Sementara itu, 3 (tiga) cerpen dengan perolehan suara dukungan terbanyak akan terpilih sebagai pemenang utama.
- Pengumuman lomba akan dilakukan pada hari Sabtu, 16 Juni 2012, pukul 14.00 WIB.
-update peserta akan dilakukan setiap minggu via fanpage facebook Penerbit DIVA Press dan blogdivapress.com
- Akan dipilih 35 naskah terbaik untuk dibukukan. Masing-masing pemenang yang karyanya dibukukan berhak mendapatkan sampel karya, paket buku, beserta piagam.

Jangan sampai ketinggalan lomba yang satu ini!!!!
Read More..

Minggu, 11 Maret 2012

Event Pertama : Proyek Antologi "Serba Salah"


[Revisi] Karena adanya donatur, maka event ini bebas biaya :)
Salam sastra !!!

Pernahkah sahabat melakukan kesalahan?
Mulai dari salah yang lucu, serius hingga berakibat fatal.
Entah itu salah panggil orang, salah kostum disuatu acara atau salah paham terhadap orang lain?
Bagaimana rasanya?
Lalu apa yang sahabat lakukan untuk menutupi dan mengantisipasi itu semua?
Share yukk dalam bentuk FTS 500 kata (tidak boleh lebih, bukan untuk mengkerdilkan ide lho ya)
Bagaimana caranya ?

Syarat kepesertaan :
1.       Bergabung dengan grup antologi “Serba Salah” http://www.facebook.com/groups/278369092234910/
2.       Memposting info ini di note facebook atau blog dan tag 25 orang teman lainnya (termasuk Ghiyats Ramadhan)
3.       Peserta bebas gender maupun usia
4.       Hanya boleh mengirimkan maks 2 naskah terbaiknya

Syarat naskah :
1.       Naskah berbentuk Flash True Story 500 kata.
2.       Karya belum dipublikasikan dalam bentuk apapun.
3.       Diketik rapih pada kertas A4, TNR 12, Justify (rata kanan kiri), spasi 1,
4.       Sertakan biodatamu maks 200 kata berupa narasi
5.       Scan bukti registrasi
6.       Kirim persyaratan dan karyamu ke sahabat.tinta@yahoo.co.id dengan subjectSERBASALAH#JudulFTS#Nama Penulis, nama file adalah judul cerpen.
7.       Naskah diterima paling lambat 05 April 2012

Hadiah :
1.       Juara 1 mendapatkan pulsa sebesar 100.000,- (bisa diuangkan)
2.       Juara 2 dan juara favorite mendapatkan pulsa 50.000,- (bisa diuangkan)
3.       30 naskah terbaik akan dibukukan (jika memungkinkan penerbit mayor, royalty akan di bicarakan selanjutnya. Namun jika indie maka royalty akan digunakan untuk event selanjutnya)

Juri : Riyanto El Harist (Penulis novel Shirat)
Ida Raihan (Penulis Novel Cintaku Di Negeri Jackie Chan)
Nah, masih lama kan Deadlinenya, yukk buruan siapkan naskahmu…

Selamat berkarya!!!
Read More..