Pages



Senin, 13 Februari 2012

Simfoni Kehidupan


Hai, saya Jerry Hermansyah, silahkan panggil saya Jerry. Ingin rasanya saya bernostlagia tentang masa lalu saya, ketika itu saya masih duduk di bangku kelas 5 SD dan saya bersekolah di salah satu sekolah dasar milik pemerintah di kawasan Lampung dan saat itu pula lah merupakan awal dari kehidupan sebenarnya. Saya tinggal di sebuah rumah yang bisa dikatakan sangat minim jika harus dihuni 5 orang. Saya, ibu, bapak, dan kedua adik saya yang masih kelas 1 SD dan berumur 3 tahun. Tidak terlalu sempit dan nyaman. Memang benar jika kebanyakan orang mengatakan “Home Sweet Home” saya pun merasakan hal yang serupa.
Sebenarnya, tidak terlalu menarik untuk diceritakan bagaimana kehidupan dan keadaan saya. Saya sedikit suka berbagi cerita saja sih, ya, bisa dibilang lah untuk saling berbagi pengalaman. Saya sangat suka bercerita dan saya memiliki cita-cita yaitu dapat memiliki tempat penerbitan sendiri yang ceritanya bergenre perjuangan dan pengorbanan hidup seseorang. Ya, untuk memberikan sedikit motivasi lah. Di luar sana masih banyak orang-orang yang tidak mengerti apa sebenarnya kehidupan ini. Tak jarang juga, kebanyakan dari mereka –apalagi yang memiliki banyak materi– menganggap hidup ini terlalu mudah, hanya meminta uang kepada orang tua mereka dan mereka akan memiliki segala yang mereka inginkan tanpa perjuangan sedikit pun. Cliiing dan mereka mendapatkannya. Benar-benar instan. Menurutku Perjuangan lebih berkelas daripada sesuatu yang instant.
Ketika mereka bertemu dengan orang-orang yang tidak seberuntung mereka, dengan mudahnya pula mereka meremehkan orang-orang yang tidak beruntung itu. Maaf, jika saya sedikit curhat disini. Saya hanya sedikit emosi melihat tingkah mereka yang selalu semena-mena dengan kami yang tergolong ekonomi kelas menengah ke bawah. Ya, benar! Saya adalah salah satu seseorang yang sering mendapat hinaan itu. Rata-rata mereka yang menghina saya adalah teman-teman sekelas saya. Ya, meski nggak semuanya sih. Saya bersekolah di sekolah yang bisa dibilang sedikit bergengsi. Harap digaris bawahi sedikit bergengsi. Aku sekolah disitu sedikit mendapat keringanan dari pihak sekolah. Selain karena saya tergolong dari anak-anak yang lemah ekonomi, saya juga tergolong anak yang pintar di sekolah. Oleh sebab itu, tambah banyak saja keringanan yang diberikan oleh pihak sekolah kepada saya. Jika saya tidak mendapatkan keringan itu, mana bisa orang tua saya menyekolahkan saya disitu, jika harus mengingat ibu saya hanya seorang tukang cuci dan bapak saya hanya seorang tukang becak yang jika penghasilannya digabungkan hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Tapi, inilah hidupku dan saya menikmatinya. Percaya deh, saya menikmati semua yang Tuhan berikan pada keluarga ini.
♫ ♫ ♫
Kegiatan sehari-hari yang saya lalui tidak jauh berbeda dengan anak-anak sebayaku. Ke sekolah, bermain bersama, ada yang berkelompok  ya, begitulah kehidupan yang biasa dijalankan oleh kami. Tapi, ada sedikit yang berbeda antara saya dengan mereka. Setiap pagi saya selalu bangun jam 4, membantu ibu menanak nasi, harap maklum, kami masih menggunakan kayu bakar untuk memasak nasi tidak seperti yang lain yang menggunakan rice cooker atau apalah itu namanya hanya untuk memasak nasi. Setelah itu, kami sarapan pagi bersama dengan makanan seadanya. Saya selalu ingat untuk bersyukur meskipun makanan yang saya makan bukanlah makanan yang mewah, setidaknya saya dan kedua adik saya tidak kelaparan dan mengais-ngais sampah hanya mencari sisa-sisa makanan. Sebelum berangkat sekolah, saya harus mengantarkan koran ke rumah-rumah orang ditemani sepeda butut kesayangan saya.
Ketika di sekolah, saya tidak pernah berpikir menjadi yang pertama, tapi, saya selalu berpikir bagaimana saya melakukan segala sesuatu dengan maksimal dan saya selalu melakukan yang terbaik untuk perjalanan hidup saya. Di kelas pun saya tidak eksis seperti kebanyakan teman-teman saya yang selalu ingin maju ke depan kelas untuk menjawab pertanyaan yang guru berikan di papan tulis. Saya lebih suka mengamati mereka dari bangku ku yang letaknya di pojok paling belakang. Jika ada pertanyaan dan teman-teman ku tertunduk tidak dapat menjawab, biasanya saya diminta oleh guru saya untuk menjawab soal tersebut dan tepat saja aku bisa. Cuma ini kelebihan yang aku miliki untuk membuktikan kepada orang lain bahwa aku bukanlah pecundang.
♫ ♫ ♫
Setelah pulang sekolah, saya tidak dapat bermain bersama teman-temanku, seperti halnya bermain bola ataupun bermain permainan seru lainnya. Saya bersama sepeda butut saya harus ke kios. Tentu saja bukan kios milikku, saya hanya bekerja disitu untuk menjaga kios setelah pulang sekolah. Biasanya saya menjaga kios hingga pukul 4 sore. Selain untuk membantu ekonomi keluarga, saya juga mendapat bacaan gratis di kios ini. Jika nggak ada pelangaan, waktu yang saya miliki digunakan untuk membaca koleksi di kios ini, yah, itung-itung menambah pengetahuan secara gratis. Lumayan.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul 4 dan pemilik kios datang untuk membereskan kios, saya pun ikut membantu pemilik kios. Terkadang, saya suka diberi buku bacaan sebelum meninggalkan kios. Oleh sebab itu, koleksi buku yang ada di rumah saya menjadi semakin banyak dan tentu saja semua itu diberikan oleh pemilik kios. Awalnya, saya menolak atas kebaikan bos saya itu. Tapi, beliau bilang rejeki jangan ditolak, beliau memberikan buku kepada saya tidak setiap hari dan itu ia berikan karena kerja keras saya.
Sebelum pulang ke rumah, saya mampir ke warung dulu untuk membeli 2 bungkus roti untuk adikku yang telah menunggu di rumah. Walaupun tidak banyak, saya hanya ingin membuat adik-adikku merasa senang atas apa yang saya berikan. Penghasilan selama di kios pun selalu saya berikan kepada ibu. Walaupun tidak seberapa hasilnya, ibu selalu mengajarkan kami untuk selalu bersyukur. Saya benar-benar ingin membahagiakan ibu, bapak, dan adik-adik saya dengan kesederhanaan yang saya miliki.
Setelah sesampai di rumah, saya langsung membantu Ibu membuat memasak di dapur. Lantai di dapur masih menggunakan tanah, jadi, jika ingin ke dapur kita harus menggunakan alas kaki. Tidak banyak yang di masak, Ibu hanya memasak sayur tumis kangkung dan tempe goreng. Sungguh nikmat. Tapi, sebelum makan, aku membiasakan mandi terlebih dulu bersama adik lelaki ku yang masih kelas 1 SD. Letak kamar mandi di rumah ku terpisah dari rumah, jadi, jika ingin mandi atau buang air, kami harus berjalan 5 meter dari rumah. Tidak cukup jauh tapi, terkadang menyiksa. Tapi, lagi-lagi aku harus tetap bersyukur.
♫ ♫ ♫
Waktunya belajar. Saya sadar akan kondisi perekonomian orang tua ku. Oleh sebab itu, saya harus tau diri dengan keadaan ini. Belajar dengan keadaan lampu yang redup dan buku seadanya tidak membuat saya menjadi patah semangat. Saya hanya ingin memutar balikan kondisi saat ini dengan kerja keras saya. Saya tahu, Tuhan pasti punya rencana yang indah bagi hamba-Nya yang selalu bekerja keras, sabar, dan berdoa. Pernah saya baca di sebuah buku bacaan yang saya baca di kios bahwa Faithfull, willingness, and patience are the key for getting real happiness. Meski saya nggak tau pasti apa maksudnya, tapi, saya yakin tulisan itu memotivasi.
Dalam keadaan yang serba kekurangan ini, saya nggak mau jika harus dikasihani apalagi sampai harus meminta-minta dijalanan karena saya yakin saya memiliki kemampuan. Terkadang aku merasa iri dengan teman-teman yang lain, tanpa harus bersusah payah mengantarkan koran, menjaga kios, memiliki kamar mandi di dalam rumah, masak tidak perlu menggunakan kayu bakar, dan bisa membeli buku yang mereka inginkan. Saya hanya merasa sedikit iri, nggak apa-apa kan? Tapi, saya tidak menyesali aku terlahir di keluarga seperti ini. Karena di sinilah saya belajar mengerti apa itu arti kesederhanaan dan kerja keras. Keadaan ekonomi yang surut tidak akan pernah menyurutkan diriku untuk mewujudkan cita-cita ku membuat tempat penerbitan. Semua orang berhak memiliki impian. Begitu pula dengan saya dan saya tidak hanya ingin bermimpi, tapi, juga ingin mewujudkannya walau harus jatuh-bangun untuk menggapainya. Percayalah, hidup ini akan berarti jika ada perjuangannya.
♫ ♫ ♫
Kini saya sudah menjadi siswa SMA. Sungguh cepat perjalanan hidup ini dan kali ini saya mendapatkanfull scholarship dari pihak sekolah. Sungguh beruntung. Saya suka mengikuti perlombaan, bukan karena ingin eksis atau apa. Saya hanya mengincar hadiahnya, jika menang, uang yang dihasilkan sangat lumayan untuk membantu ekonomi keluarga ku. Hanya satu yang aku inginkan yaitu meringankan beban ekonomi keluarga ini. Saya tidak ingin, adik-adik saya harus bekerja keras seperti saya dahulu. Saya hanya ingin adik-adik saya memikirkan masa depan mereka tanpa terbebani masalah ekonomi. Biarkan saya yang susah, jangan adik saya. Saya tidak menginginkan adik-adik saya putus sekolah karena masalah biaya. Saya, ibu, dan bapak saling bahu-membahu untuk mencari nafkah.
Saya mendapatkan pelajaran dari salah satu hukum fisika dan saya ingin mengaplikasikan hukum tersebut dalam kehidupan ini yaitu Hukum Kekekalan Energi :Kebahagiaan dan kesedihan seseorang tidak sama seperti halnya hukum kekekalan energi yang tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Karna kebahagiaan dan kesedihan adalah satu paket yang harus dialami sehingga kita merasakan hidup yg sebenarnya. Kita tidak akan merasakan senang tanpa ada kesedihan. Begitu sbaliknya. Jadi, jangan pernah berpikir kebahagiaan dan kesedihan tidak dapat diciptkan dan dimusnahkan. Saya yakin, Tuhan akan memberikan kebahagiaan bagi kami. Kebahagiaan yang sesungguhnya. Saya percaya, Tuhan sangatlah baik dan mempunyai rencana yang begitu indah, saya hanya menunggu dan melakukan apa yang bisa saya lakukan. Biarkan Tuhan yang memberikan hasil apa yang bisa saya nikmati kelak. Tetap, saya menginginkan dapat memiliki tempat penerbitan sendiri yang isinya buku-buku yang dapat memotivasi banyak orang.
Mungkin inilah sedikit-banyak nya kehidupan yang saya jalani. Terlihat sangat pahit, tapi, saya akan tau apa itu manis setelah saya menikmati rasa pahit. Satu yang dapat saya ambil dari perjalanan hidup ini yaitu KERJA KERAS. Seburuk apapun ekonomi kita, seburuk apapun kita, kerja keras itu kunci utamanya untuk sukses dan disertai dengan kesabaran. Ingat We have a beautiful dream. We are free to dream. So, wake up to realize our dream.
Tak ada waktu bagiku untuk mengeluh dan mengeluh. Jika waktuku habis untuk mengeluh, saya bisa yakin kan bahwa saya tidak dapat mewujudkan apa yang saya inginkan selama ini. Saya hanya ingin mem-positive-kan aksi supaya positive pula reaksi yang akan saya dapatkan. Tak ada yang dapat menghentikan langkah ini dan saya pun tidak akan pernah berhenti meski harus tertatih karena Tuhan akan selalu menguatkan saya. Saya akan berusaha dan terus berusaha untuk merealisasikan impian saya!!!
TAMAT

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar